Atasi Gangguan Susah Buang Air Besar pada Anak dengan Cukup Serat

Satu dari tiga anak mengalami susah buang air besar yang dapat menunjukkan adanya gangguan saluran pencernaan.

oleh Asnida Riani diperbarui 05 Mar 2020, 12:37 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2020, 12:37 WIB
Bicara Gizi: Peranan Serat untuk Dukung Kesehatan Pencernaan Anak” di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Februari 2020.
Bicara Gizi: Peranan Serat untuk Dukung Kesehatan Pencernaan Anak” di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Februari 2020. (Liputan6.com/Tri Ayu Lutfiani)

Liputan6.com, Jakarta - Pencernaan anak menjadi permasalahan umum yang sering dihadapi oleh para orangtua di Indonesia. Anak sulit disuruh makan dan susah buang air besar menjadi dua di antara lainnya yang paling dikeluhkan. 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh seorang Dokter Spesialis Anak Konsultan Gastrohepatologi, dr. Badriul Hegar, satu dari tiga anak mengalami indikasi awal konstipasi yang menunjukkan adanya gangguan kesehatan pada saluran pencernaannya.

Konstipasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan sembelit ialah gangguan pada sistem pencernaan di mana seseorang mengalami pengerasan tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang dan bisa menyebabkan kesakitan.

Indikasi awal konstipasi bisa terlihat melalui pola defekasi atau buang air besar anak. Meski buang air besar setiap hari tetapi memiliki konsistensi yang keras atau meski konsistensi lunak tetapi frekuensi buang air besar tiga hari sekali atau kurang bisa menjadi pertanda adanya gangguan pada pencernaan.

Untuk mengatasi hal tersebut, dr. Hegar menyarankan para orangtua untuk memenuhi kebutuhan serat sesuai dengan ketentuan Angka Kecukupan Gizi (AKG), yaitu 16 gram serat per harinya.  Dalam praktiknya, bukan hal mudah untuk bisa memenuhi kebutuhan serat sesuai dengan ketentuan yang seharusnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh dr. Hegar di salah satu wilayah Jakarta, 9 dari 10 anak usia dua hingga tiga tahun hanya mengonsumsi rata-rata 4.7 gram serat per hari.  Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) tersebut menyebutkan, asupan serat yang cukup padahal telah teruji secara klinis dapat membantu mengurangi gejala gangguan buang air besar. 

"Ini terjadi karena serat dapat membantu menyerap air di usus besar, memperbesar volume, dan melunakkan konsistensi feses serta mempercepat pembuangan sisa makanan dari usus besar,"ujar dr. Hegar di acara Bicara Gizi: Peranan Serat untuk Dukung Kesehatan Pencernaan Anak di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Maret 2020. 

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Tidak Semua Anak Sama

Bicara Gizi: Peranan Serat untuk Dukung Kesehatan Pencernaan Anak” di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Februari 2020.
Bicara Gizi: Peranan Serat untuk Dukung Kesehatan Pencernaan Anak” di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Februari 2020. (Liputan6.com/Tri Ayu Lutfiani)

Jika anak mengalami susah buang air besar, secara spontan orangtuanya tentu akan memberikan buah pepaya. Sebab, banyak yang percaya bahwa pepaya bisa membantu memperlancar proses defekasi, seperti pasangan Tarra Budiman dan Gya Sadiqah. 

Mereka bercerita, dulunya anaknya susah buang air besar dan diberikan asupan pepaya dan juga sayuran. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, anaknya justru semakin sulit buang air besar. 

"Setiap anak memiliki reaksi yang berbeda dalam menerima makanan. Orangtua mesti tahu kebutuhan serat untuk anaknya,"ujar dr. Hegar. 

Sebagai contoh, secara teori pepaya memiliki cukup serat tetapi ia memiliki selulosa dalam kandungannya. "Selulosa ini bisa membuat feses menjadi keras. Yang terpenting ketika anak sudah menunjukkan reaksi, lebih baik diberhentikan agar tidak terjadi konstipasi,"lanjut dr. Hegar. 

Selain dari sayur dan buah-buahan, anak pun bisa memperoleh serat dari susu. Meskipun demikian, bukan berarti susu bisa dijadikan pengganti secara sepenuhnya. Konsumsi susu untuk anak 2-3 tahun cukup dua kali saja per harinya.

Untuk mengetahui kebutuhan serat anak terpenuhi atau belum, Danone melalui situs Bebelac meluncurkan sebuah aplikasi bernama Fibre-o-Meter. Orangtua tinggal memasukkan menu makanan sehari-hari dari pagi hingga malam dan menghitung total serat. Dari sana akan terlihat apakah si kecil sudah memenuhi kebutuhan seratnya atau belum. (Tri Ayu Lutfiani)

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya