Asal-usul Ogoh-ogoh yang Menghilang pada Nyepi 2020

Demi menekan pandemi corona COVID-19, Gubernur Bali melarang arak-arakan ogoh-ogoh di perayaan Nyepi 2020.

oleh Asnida Riani diperbarui 25 Mar 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2020, 08:00 WIB
Kenakan Baju Adat, Jokowi Ikuti Pawai Pesta Kesenian Bali
Patung ogoh-ogoh diarak saat pawai pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 yang dihadiri Presiden Jokowi di Bali (23/6). Acara ini dilaksanakan di depan Monumen Bajra Sandi, Lapangan Puputan Niti Mandala. (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Ogoh-ogoh kendati sekarang sangat lekat dengan perayaan Nyepi, nyatanya tak berawal demikian. Melansir laman resmi ISI Denpasar, Rabu (25/3/2020), sejak tahun 80-an, umat Hindu memanfaatkan ogoh-ogoh sebagai atribut acara mengelilingi desa dengan membawa obor.

Umumnya, ogoh-ogoh diarak menuju sema, yakni tempat persemanyaman umat Hindu sebelum dibakar dan pada saat pembakaran mayat. Kemudian, ogoh-ogoh yang sudah diarak mengelilingi desa dibakar.

Karena bukan sarana upacara, ogoh-ogoh diarak setelah upacara pokok selesai diiringi irama gamelan khas Bali, Bleganjur Patung. Alat musik ini biasanya berbahan dasar bambu, kertas, dan kain.

Benda-benda sederhana itu merupakan kreativitas dan spontanitas masyarakat demi memeriahkan upacara. Seiring waktu, ogoh-ogoh lekat dengan berbagai perayaan demi menyemarakkan suasana, termasuk saat Nyepi.

Ogoh-ogoh sendiri umumnya berbentuk boneka raksasa yang merupakan manifestasi Bhutakala. Dalam ajaran Hindhu Dharma, Bhutakala merupakan kekuatan Bhu (alam semesta) dan Kala (waktu) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk hidup di mayapada, surga, dan neraka, seperti naga, gajah, garuda, widyadari, serta dewa. Ogoh-ogoh biasanya dibuat dari styrofoam, bambu, koran bekas, kain, cat, kawat besi, dan kayu.

Makna Ogoh-ogoh

Kemeriahan Karnaval Ogoh-Ogoh dan Budaya Kota Lama Semarang
Anak-anak mengarak Ogoh-Ogoh selama atraksi Karnaval Seni Budaya Lintas Agama di kawasan Jalan Pemuda Semarang, Minggu (25/3). Lima ogoh-ogoh yang didatangkan dari Bali ikut memeriahkan acara ini. (Liputan6.com/Gholib)

Ogoh-ogoh melambangkan pengakuan manusia akan kuasa alam semesta dan waktu dengan kekuatan yang dapat dibagi dua. Pertama, kekuatan Bhuana Agung (alam semesta) dan kedua, Bhuana Alit (kekuatan dalam diri manusia).

Kedua kekuatan ini dapat digunakan untuk menghancurkan atau membuat dunia lebih baik. Masyarakat Bali percaya bahwa ogoh-ogoh mempresentasikan sifat buruk di dalam diri manusia. Karenanya, mereka membuat ogoh-ogoh sebelum perayaan Nyepi.

Setelah ogoh-ogoh selesai dibuat, lalu diarak berkeliling kota atau desa, ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol telah hilangnya sifat buruk di dalam diri manusia. Sehingga, mereka siap melakukan tapabrata pada Hari Raya Nyepi keesok harinya.

Kendati demikian, pada Nyepi 2020, arak-arakan ogoh-ogoh dilarang Gubernur Bali Wayan Koster demi menekan pandemi corona COVID-19.

"Mohon kerja sama masyarakarat dengan gotong-royong, bersatu-padu dengan pemerintah menghindari polemik yang bisa memperkeruh suasana," ucap Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra dilansir dari Antara.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya