Alasan Uni Eropa Menyatakan Ulat Tepung Aman untuk Dikonsumsi

Ulat tepung dianggap menawarkan sumber makanan yang berpotensi berkelanjutan dan rendah emisi karbon untuk masa depan.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jan 2021, 12:30 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2021, 12:30 WIB
Ilustrasi camilan | Engin Akyurt dari Pexels
Ilustrasi camilan | Engin Akyurt dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda membayangkan atau bahkan tahu ada makanan dan camilan seperti smoothie, biskuit, pasta dan burger yang salah satu bahan pembuatannya adalah ulat tepung (yellow mealworm). Mungkin bukan sesuatu yang umum, tapi semua itu bakal jadi penganan yang umum ditemui di Uni Eropa.

Pasalnya, badan keamanan pangan Uni Eropa, European Food Safety Authority (EFSA) telah menyatakan kalau ulat tepung aman dikonsumsi manusia. Kesimpulan ini diambil para ilmuwan setelah menerima pengajuan aplikasi dari perusahaan produk pangan berbasis serangga Prancis, Agronutrinis.

Perusahaan ini mengharapkan produk dari ulat tepung layak tampil di rak-rak supermarket. Dilansir dari The Guardian, Sabtu, 16 Januari 2021, "Penilaian risiko EFSA (European Food Safety Authority) pertama dari serangga sebagai makanan baru dapat membuka jalan untuk persetujuan pertama di seluruh Uni Eropa," terang Ermolaos Ververis, petugas ilmiah di badan keamanan pangan Uni Eropa.

"Evaluasi risiko kami adalah langkah yang menentukan dan perlu dalam regulasi makanan dengan mendukung pembuat kebijakan di Uni Eropa dalam membuat keputusan berbasis sains dan memastikan keamanan konsumen," tambahnya.

Ulat tepung ini termasuk dalam keluarga besar serangga dengan komponen nutrisi utama berupa protein, lemak dan serat. Ulat tepung dianggap menawarkan sumber makanan yang berpotensi berkelanjutan dan rendah emisi karbon untuk masa depan.

Ulat ini merupakan bentuk larva dari Tenebrio molitor, spesies serangga yang termasuk dalam famili Tenebrionidae atau kumbang gelap. Serangga ini biasanya diberi makan di peternakan dengan tepung terigu atau dedak meski sebenarnya mereka adalah serangga omnivora (pemakan segala).

Telur kumbang dewasa akan dipisahkan dengan telur kawin dengan cara diayak agar larva tumbuh terpisah. Proses pasca panen akan meliputi membilas larva dengan air, membunuhnya dengan cara direndam dengan air mendidih hingga lima menit, dan proses pengeringan dalam oven, pengemasan dan penyimpanan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tidak untuk Semua Orang

Fenomena Kawanan Ulat Bulu Bermunculan di Permukiman Warga
Seorang petugas kemanan setempat, Bambang saat menunjukkan ulat bulu yang muncul ke permukiman warga di Jalan Haji Dogon, Pondok Kelapa, Jakarta, Rabu (25/11/2020). Menurut Bambang, fenomena munculnya kawanan ulat bulu tersebut terjadi akibat datangnya musim penghujan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Meski begitu, jenis pangan berbasis serangga mungkin tidak untuk semua orang. Mereka yang alergi udang dan tungau kemungkinan besar akan mengalami reaksi alergi di mulut dan kulit.

Terlepas dari hal itu, hingga kini sudah ada 15 aplikasi produk makanan berbasis serangga di Uni Eropa. Giovanni Sogari, peneliti sosial dan konsumen di University of Parma, mengatakan rasa mual konsumen terhadap produk pangan berbasis serangga pada akhirnya dapat hilang.

"Ada alasan kognitif yang berasal dari pengalaman sosial dan budaya kita yang menimbulkan pemikiran memakan serangga pengusir nyamuk buat banyak orang Eropa. Dengan waktu dan keterpaparan, sikap seperti itu bisa berubah," katanya.

Pangan berbahan dasar serangga juga telah lama dipandang sebagai bagian dari solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam produksi pangan.  (Melia Setiawati)

 

Cara Aman Pesan Makanan via Online dari Covid-19

Infografis Cara Aman Pesan Makanan via Online dari Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Cara Aman Pesan Makanan via Online dari Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya