Liputan6.com, Jakarta - Belum usai lara pandemi Covid-19, duka Tanah Air ditambah dengan terpaan bencana, dari banjir sampai tanah longsor di beberapa wilayah. Namun, di tengah masa krisis, aksi menebar kasih dengan membantu sesama tiada henti mengalir.
Salah satunya bentuknya, yakni mulai dari meningkatkan kesadaran dan persiapan soal bencana, hingga terjun langsung ke lapangan untuk membantu mereka yang terdampak bencana.
Ketua Komunitas Pahlawan Bencana, Giordan Ibrahim Amarusso, menyampaikan bahwa komunitas yang ia bangun bersifat mitigasi pendidikan bencana dan ditujukan untuk anak-anak melalui dongeng. Sebelum pandemi, pihaknya berperan aktif menggaungkan mitigasi lewat aktivitas ramah anak.
Advertisement
Baca Juga
"Kita menjelaskan materi tata letak yang baik di rumah, seperti jalur evakuasi, menaruh barang-barang tertentu, seperti lemari, memasang tirai saat ada bencana, supaya tidak jadi risiko tambahan," kata Giordan saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 10 Februari 2021.
Namun, kegiatan mendongeng dengan materi soal kesiapsiagaan bencana untuk anak-anak harus terhenti hampir setahun lamanya karena pandemi. Giordan memilih menghentikan kegiatan sementara, dan menggencarkan aktivitas secara virtual.
"Sekarang lebih banyak kegiatan sharing online atau mengikuti undangan instansi atau komunitas lain. Semacam sharing session dengan mengajak expert atau orang-orang di bidang kebencanaan yang kiranya memiliki pengetahuan cara mempersiapkan diri dalam menghadapi bencana," tambahnya.
Tak dipungkiri, Giordan dan tim sangat ingin mewujudkan kegiatan mendongeng secara daring dan tetap menggalakkan kampanye mereka, Indonesia Lebih Tangguh Bencana. Mengingat, kini telah memasuki musim penghujan dan dampaknya telah terlihat, yakni adanya banjir dan tanah longsor, serta potensi erupsi gunung merapi.
"Tentunya itu ingin kita lakukan, namun kita sadari juga keterbatasan dalam menyusun materi harus disampaikan secara utuh. Jadi, mesti tidak ada kesalahpahaman karena sasaran kita anak-anak," ungkap Giordan.
Ia melanjutkan, kini anak-anak di masa pandemi juga fokus pada sekolah daring. Dari sisi strategi, pihaknya kini tengah dalam proses membuat buku terkait kebencanaan yang berisi ilustrasi dan cerita soal apa yang harus dilakukan saat bencana. Buku tersebut rencananya akan dirilis 2021 ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tantangan Secara Daring
Giordan turut mengungkap sederet tantangan yang ia dan tim hadapi untuk mendongeng secara daring. Pertama adalah kontak, karena komunitas ini bicara, diskusi, atau menyampaikan materi pada anak-anak secara verbal yang sifatnya abstrak.
"Artinya, kita beri konsep yang dibantu ilustrasi atau peraga-peraga tertentu. Cuma kelemahannya, anak tidak melakukan hal tersebut, seperti simulasi bencana, karena sasaran kita anak TK-SD cukup sulit," ungkapnya.
Tantangan selanjutnya adalan anak-anak yang masih sulit berkonsentrasi. Mengingat saat berkegiatan daring akan lebih susah menjaga atensi audiens dan memastikan tugas mereka tak hanya pada satu anak.
"Kita harus memastikan anak-anak paham, evaluasi dari kegiatan. Dalam arti, kita sampaikan terus kasih pertanyaan dan melihat bagaimana responsnya, sudah tepat atau perlu diperbaiki," kata Giordan.
Selain tergabung dalam acara virtual dengan komunitas dan instansi lain, Komunitas Pahlawan Bencana juga sempat berkolaborasi dengan Museum Geologi Bandung. Kegiatan ini terkait dongeng bencana untuk anak-anak secara daring pada 25 Agustus 2020 lalu.
"Bersama Musem Geologi punya tujuan mengenalkan fenomena-fenomena geologi di Indonesia. Sejak pandemi, anak-anak atau sekolah sulit berkunjung ke sana, jadi kita kerja sama membuat series online webinar dari Museum Geologi dan fokus ke risiko gelogi dan bencana," tambahnya.
Advertisement
Sekolah Relawan
Aksi mulia membantu sesama turut diwujudkan oleh lembaga sosial kemanusiaan, edukasi relawan, dan pemberdayaan masyarakat, Sekolah Relawan. Lembaga ini membantu bencana dari masa kedaruratan hingga pemulihan.
Sekolah Relawan saat ini memfokuskan bantuan ke beberapa wilayah terdampak bencana. Kebutuhan didistribusikan untuk para korban banjir Karawang, banjir Subang, gempa Majene, banjir Kalimantan Selatan, banjir Indramayu, dan gempa Sulawesi Barat.
"Kita menyesuaikan dengan kebutuhan mereka di sana saat ini, seperti di Sulawesi fokus evakuasi warga, medis terkait kesehatan penyintas, dan menyampaikan bantuan-bantuan kebutuhan sehari-hari, seperti peralatan tidur dan sembako," kata Thea Rahmania selaku Corporate Secretary Sekolah Relawan pada Liputan6.com, Kamis, 11 Februari 2021.
Thea menambahkan, untuk Kalimantan Selatan, pihaknya fokus pada evakuasi dan distribusi bantuan, selain sembako, juga memberi peralatan bayi dan balita. Untuk korban bencana di Sulawesi Barat, fokus pada pascbencana hingga pemulihan dan berupaya membangun kembali tempat ibadah.
Ia menyebut, masa kedaruratan dan pemulihan di Sulbar yang telah berjalan kurang lebih selama sebulan dapat berjalan lebih dari enam bulan atau setahun. Peran aktif lembaga ini salah satunya dengan memberangkatkan para relawan selama paling lama enam bulan.
"Di sana membentuk tim yang memang asli orang sana. Mereka yang akan meneruskan program dan melaporkan terus ke kita perkembangannya," ungkap Thea.
Adapun relawan di Sekolah Relawan dijaring melalui Disaster Leadership Training. Program ini khusus untuk relawan kebencanaan dari lembaga tersebut dengan harapan membentuk karakter kepemimpinan diri relawan dan saat turun ke lokasi bencana, mereka tahu apa yang harus dilakukan.
Program ini dibuka setahun sekali dan di 2021 akan dimulai pada April mendatang. Jika relawan terpilih, masa pelatihan akan dilakukan selama empat hari tiga malam berupa pembekalan beragam materi.
"Ada kesiapsiagaan bencana, manajemen posko, manajemen aksi, manajemen relawan, manajemen logistik, evakuasi, bagaimana menyelamatkan diri saat berada di lokasi bencana, vertical rescue, water rescue, belajar basic life support training, seperti pertolongan pertama untuk diri dan korban," tambah Thea.
Ia melanjutkan, setelah mengikuti pelatihan, Sekolah Relawan membuat kader baru. Pihaknya akan memilih relawan yang punya potensi di lembaga itu dan membuat perjanjian dalam ikatan jadi relawan.
"Biasanya akan mengabdi setahun untuk menjadi tim respons cepat saat ada bencana, mereka yang akan diberangkatkan duluan. Mereka yang sudah masuk ke respons cepat akan ditambah terus skill-nya, jadi akan diikutkan dengan berbagai training lain," tutur Thea.
One Care
Semangat untuk berbagi juga tak henti digencarkan lembaga kemanusiaan One Care. Bantuan yang disalurkan ke masyarakat sangat bergantung dengan penilaian awal yang dilakukan tim lembaga ini.
Manager Program One Care, Rattyananda, menyebut setiap kondisi bencana menghadirkan kebutuhan masyarakat yang berbeda. Seperti banjir di Semarang, para korban lebih berat pada kebutuhan pokok, makanan, hingga sembako.
"Seperti gempa Sulawesi Barat, Mamuju, Majene dan sekitarnya, itu assessment tim kami di lapangan, ada dua yang muncul hasilnya adalah pangan dan hunian sementara atau huntara," kata Rattyananda saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 11 Februari 2021.
Maka dari itu, dikatakan Nanda, bantuan pun terus didistribusikan pihaknya ke Sulbar, mulai dari truk pangan, paket huntar, seperti terpal, tikar, hingga selimut untuk para korban berlindung di pengungsian. Mengingat, tak sedikit dari korban yang rumahnya hancur.
"Tim relawan adalah titik poin penting dalam sebuah penanggulangan atau mitigasi bencana. Jadi, tanpa relawan, sebenarnya dapat dikatakan kerja atau kegiatan distribusi itu tidak bisa berjalan baik," jelas Nanda.
Ia menyebut, One Care miliki relawan khusus bernama Volunteer of Indonesian Care (Voice). Untuk di Sulbar, tercatat relawan dari Voice berjumlah 45--50 orang.
"Untuk Semarang yang saat ini sedang running kegiatannya itu tercatat sekitar 15 relawan dan di tempat lain juga. Setiap ada kondisi kedaruratan, relawan lokal dari Voice akan diaktifkan," jelasnya.
Relawan Voice sendiri tersebar hampir di berbagai wilayah di Tanah Air, mulai dari Aceh hingga Ambon. Soal mobilitas relawan, itu tergantung situasi kondisi dan keputusan divisi program dengan sekjen Voice.
"Ada grupnya nanti update perkembangan kebencanaan. Nanti bisa dibagikan yang available untuk hari ini, siapa yang siap, koordinasi, bisa rolling dan bisa lebih smooth," tutur Nanda.
Para relawan sebelumnya harus menjalani pelatihan selama 2--3 hari. Pembekalan relawan termasuk penyampaian teori dan praktik pertolongan dasar, motivasi, pelatihan tali-temali, mitigasi bencana, penanggulangan bencana, serta trauma healing.
"Berbagai macam hal diajarkan di sana. Setelah itu mereka sudah mulai siap melaksanakan kegiatan kebencanaan," tutup Nanda.
Advertisement