Menerangi 100 Rumah di Pulau Sabu yang Gelap Gulita dengan Listrik

Tidak tersedianya akses listrik di setiap rumah menjadi masalah penting bagi anak anak di Pulau Sabu.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Mar 2022, 11:23 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2022, 03:22 WIB
Menerangi 100 Rumah di Pulau Sabu yang Gelap Gulita
Menerangi 100 Rumah di Pulau Sabu yang Gelap Gulita. foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Desa Loburui yang ada di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah puluhan tahun belum bisa menikmati listrik seperti wilayah Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat di desa ini masih hidup dalam kegelapan di malam hari. Kondisi alam yang berbukit, curah hujan yang sangat rendah serta sebaran pendidikan yang belum merata di pulau ini semakin menurunkan taraf hidup masyarakat.

Tidak tersedianya akses listrik di setiap rumah menjadi masalah penting bagi anak anak di Pulau Sabu, karena tidak bisa menambah waktu belajar di malam hari. Sebagian anak anak memerlukan waktu 1-2 jam untuk berjalan kaki dari rumah menuju sekolah dengan kondisi jalan tanah berbatu dan naik turun bukit.

Kondisi ekonomi yang ada di pulau ini hanya berjalan di siang hari, karena infrastruktur listrik tidak bisa menerangi setiap sudut pulau. Sebagian masyarakat yang hanya bekerja dari hasil bumi, pertanian tadah hujan, dan memproduksi tuak tentu hanya bisa beraktivitas hanya di siang hari. Hal ini membuat laju perekonomian rakyat semakin terhambat.

Pertamina Foundation melalui program PFSains 2021 mengadakan penerangan untuk rumah tangga di Desa Loburui guna membantu menaikan taraf kehidupan masyarakat di pulau tersebut.

Pertamina Foundation membawa inovasi karya dari Tiyo Avianto yang juga sebagai pemenang pada Program PFSains 2021 yang memiliki inovasi Solar Controller dengan efisiensi lebih dari 96%. Inovasi ini memungkinkan baterai lebih cepat terisi meskipun menggunakan ukuran solar panel yang kecil atau sekitar 50 wattpeak saja.

Tiyo Avianto mengatakan “ Sebagian besar rumah di Desa Loburui beratapkan daun. Kita tidak bisa menggunakan ukuran solar panel yang lebih besar karena masalah bobot. Selain itu perjalanan dari basecamp di Kantor Desa menuju rumah warga sangat jauh, tidak bisa di akses dengan kendaraan biasa. Kami harus mendesain sistem yang lebih kecil, ringkas dan efektivitas nya tinggi”.

Inovasi ini diberi nama APSEM (Affordable and Adaptive PWM Solar Energy Management) dia mengklaim desain kontroler ini memiliki efisiensi tinggi dan bisa menyalakan lampu sepanjang malam meskipun kondisi alam sedang mendung dan hujan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Lebih Optimal

Menerangi 100 Rumah di Pulau Sabu yang Gelap Gulita
Menerangi 100 Rumah di Pulau Sabu yang Gelap Gulita. foto: istimewa

Inti dari inovasi ini bukan hanya terkait masalah teknologi, tapi juga ketepatan desain. Tiyo menceritakan bahwa, tidak mungkin membawa solar panel dengan ukuran besar karena bobot nya juga akan menyulitkan tim instalasi di lapangan. Kemudian semua sistem dibuat dengan sistem desentralisasi dan bisa berdiri sendiri sendiri, karena lokasi setiap rumah sangat berjauhan tidak mungkin membangun PLTS di satu lokasi kemudian listriknya disalurkan ke 100 rumah.

Semua peralatan di ukur dengan detail dari kebutuhan kondisi daya yang diperlukan, mulai dari tipe lampu, ukuran baterai, termasuk kapan sistem di kondisi siap untuk dinyalakan.

“Saya mendesain hardwarenya tanpa pengaturan khusus yang merumitkan pengguna, mengingat tidak semua masyarakat di sana paham tentang listrik dan elektronika”, ungkapnya menjelaskan keunggulan dari inovasi ini.  Di Pulau Sabu tingkat iradiasi sinar matahari sangat tinggi, Tiyo yakin inovasi ini akan jauh lebih optimal lagi apabila ditempatkan di Pulau Sabu.

Itu karena saat mendesain alat ini di Surabaya sepanjang Agustus 2021 sampai Februari 2022 baik di musim kemarau maupun musim hujan. Sistem ini masih tetap bisa menyalakan lampu sepanjang hari. Apalagi tingkat iradiasi di Jawa Timur jauh lebih rendah dari pada di NTT.  Meskipun masih digunakan untuk masalah penerangan di dalam rumah namun inovasi ini sangat berarti bagi masyarakat Pulau Sabu.

Kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Pertamina Foundation baik dari sisi pendanaan prototipe, uji coba, produksi dan implementasi. Mefi Boset Dake Winu sebagai Kepala Desa Loburui sangat berterimakasih kepada Pertamina Foundation dan Tiyo Avianto sebagai inovator yang telah membawa penerangan di desanya.


Otak-Atik Daya Listrik Rumah Tangga

infografis Otak-Atik Daya Listrik Rumah Tangga
infografis Otak-Atik Daya Listrik Rumah Tangga
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya