Liputan6.com, Jakarta - Di balik keindahan selembar kain tenun, ada kisah panjang proses pembuatan yang turut menyertainya. Tahapan demi tahapan dilakukan dengan saksama oleh perajin yang memakan waktu hitungan minggu hingga berbulan-bulan.
Perjalanan produksi kain tenun ini turut dibagikan oleh pemilik usaha Tenun Endek Bali, Agung Indra. Proses pembuatan, dikatakan Agung, dimulai dari benang yang pertama diolah melalui proses yang dinamakan pengelosan.
"Pengelosan itu proses memintal benang, benang-benang digulung besar kemudian dipintal menjadi gulungan yang kecil-kecil," kata Agung saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 22 September 2022.
Advertisement
Baca Juga
Agung menerangkan, proses dilanjutkan dengan pencelupan warna dengan dua jenis, yakni warna tekstil dan pewarnaan alam dari dari daun-daunan, akar tumbuhan, batang-batang pohon. Kemudian, ada pula proses penganian atau merapatkan benang.
"Untuk benang ada 10--12 kali tahapan, setelah itu pengeboman, yaitu benang lusi (benang yang membentang panjang di ATBM) diambil dijepit dengan kayu kemudian digulung sesuai dengan kebutuhan kita ditenun," tambahnya.
Usai proses ini dilakukan, bom benang lusi diproses lagi sesuai kebutuhan. Dikatakan Agung, untuk satu putaran bom setara dengan kain berukuran dua meter dan untuk membuat bahan kain satu meter membutuhkan 16 ribu sampai 18 ribu helai benang.
"Kemudian, ada pencucukan, itu semacam memasukkan benang ke jarum jahit satu-satu seperti itu sebanyak 3.600 helai benang, jadi satu kalo masuk ke jarum susah banget ini ada 3.600 sebanyak tiga kali tahapan," terang Agung.
Pengikatan hingga Menenun
Selanjutnya, baru memasuki proses pengolahan benang pakan, yakni benang yang ada motifnya. Prosesnya mulai dari pengelosan sampai mempen yang bertujuan untuk menghitung jumlah putaran benang besar kecil motif yang diinginkan.
"Kemudian pengikatan, setelah benang diproses di mempen atau pemindangan, baru digambar di benang putih sesuai motif yang kita inginkan, gambar tersebut kita ikat dengan tali rafia di motif-motifnya karena nanti akan ada proses pencelupan warna, di proses itu supaya motif-motif itu tidak tercampur dengan warna lainnya jadi kita ikat," tambahnya.
Lalu, dilanjutkan dengan proses pencelupan, diproses benang lusi sesuai warna-warna yang diinginkan. Langkah berikutnya adalah proses pencoletan, yakni motif-motif yang diikat dengan tali rafia tadi diwarnai.
"Jadi proses warnanya dua kali, pertama warna dasarnya dulu, selain motif, kedua, baru proses pewarnaan motif yang dinamakan pencoletan. (Warna alam) merah kita pakai kayu cang kebetulan di kampung kita banyak dan warna hitam pakai daun singapur," jelasnya.
Usai diwarnai, proses selanjutnya adalah diberikan fiksasi atau obat untuk memperkuat warna. Karena produksi Tenun Endek di Agung Bali Collection milik Agung kebanyakan menggunakan pewarna alami, penguat warnanya juga memakai bahan-bahan alami, seperti dari bunga-bunga, buah, atau limbah sayur-sayuran.
"Motif diberi obat kita jemur 1--2 hari. Setelah itu, proses penginciran, itu benang dengan cara digulung pada alat kincir untuk mempermudah dalam tahapn berikutnya. Ada tahap pemaletan, benang yang digulung kita masukkan dalam palet namanya agar mudah memasukkan benang ke dalam sekoci, setelah semua tahapan itu barulah proses penenunan," tutur Agung.
Advertisement
Motif hingga Harga
Agung menjelaskan, proses Tenun Endek Agung Bali Collection sendiri dilakukan di Kabupaten Bangli dengan menggunakan Alat Tenun Tanpa Mesin atau ATBM. Dari proses pencelupan saja kedua benang membutuhkan waktu 1,5 bulan, baru dilanjutkan dengan menenun. Adapun menenun motif paling simpel untuk satu gulung benang dikatakan Agung menghasilkan paling banyak 70 meter.
"Untuk 70 meter itu waktu paling cepat tiga minggu sudah harian full, tapi kalau normalnya di lapangan dari proses tersebut hingga jadi tenun habis tiga bulan waktunya," kata Agung.
Dikatakannya, proses yang memakan waktu cukup lama adalah pembuatan motif dengan proses rumit dari 1,5 bulan bisa menjadi 2--2,5 bulan. Sebelum proses benang, Agung menyebut membuat motif terlebih dahulu.
"Motif Endek tidak jauh dari motif "Pepatra Bali" motif seperti tumbuh-tumbuhan, alam tentang Bali, ukiran Bali, tapi semua ada maknanya. Misalkan salah satu motif kembang sari, terinspirasi dari tanaman yang ada di pekarangan rumah, tanaman itu selain memberi keindahan, tapi menjaga rumah tetap asri, nyaman, dan yang lihat juga enak," kata Agung.
Ia mengatakan kain Tenun Endek warna tekstil dan pewarna alam punya harga yang berbeda. "Karena saat ini memang benang langka semenjak pandemi kalaupun ada melambung. Tenun Endek pewarna tekstil kisaran harganya Rp350 ribu, sedangkan yang Tenun Endek pewarna alam kisaran harga Rp950 ribu ke atas," jelasnya.
Kain Tenun Troso
Cerita lainnya datang dari kain Tenun Troso yang diambil dari nama Desa Troso di Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Salah seorang perajin Tenun Troso, Fatah, berbagi kisah di balik pembuatan kain ini.
"Prosesnya dimulai dari pengumpulan benang diketeng, digambar motif, diikat, terus diwarna, kalau di Troso itu nyebutnya dibongkar baru ditenun, benang yang sudah dikumpulkan itu dibagi satu-satu baru ditenun," kata Fatah yang juga pemilik Elfath Etnik ini kepada Liputan6.com, Kamis, 22 September 2022.
Proses menenun kain Tenun Troso sendiri dikatakan Fatah menggunakan Alat Tenun Tanpa Mesin atau ATBM. Dari pengumpulan benang hingga akhirnya ditenun membutuhkan waktu sekitar dua minggu.
"Kesulitan motif memengaruhi lama proses pembuatan, kadang motif ada yang banyak itu lama, kalau motif biasa cepat," tambahnya.
Motif yang biasanya ia buat adalah motif bunga. Dikatakan Fatah, Tenun Troso sendiri memiliki motif khas, yakni ukiran Jepara yang kemudian diangkat ke tenun.
"Harganya kisaran Rp150 ribu. Dijualnya banyak ke Jakarta dan paling jauh ke Palu, Sulawesi Tengah," tambahnya.
Fatah menjelaskan biasanya ia membuat kain Tenun Troso sesuai pesanan dengan motif yang dikirim dan mengerjakannya. Meski begitu, tanpa pesanan pun ia tetap membuat dengan tetap mengikuti pasar.
Advertisement