Liputan6.com, Jakarta - Pemberlakuan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) di Indonesia yang disahkan pada September 2022 disambut baik oleh masyarakat, termasuk para pelaku industri. Dengan jumlah pengguna internet aktif sebanyak lebih dari 210 juta orang, implementasi Manajemen Data Pribadi (Data Privacy Management/DPM) berperan penting dalam proses bisnis, khususnya bagi pemangku kebijakan, pelaku bisnis digital, serta masyarakat umum yang kini mulai terbiasa dengan layanan digital.
Dengan semangat inilah Deloitte Indonesia meluncurkan laporan terbarunya bertajuk “Reforming Indonesia’s Personal Data Protection Landscape”. Dengan pemberlakuan UU PDP, tim Deloitte yang terdiri dari tim Cyber dari Risk Advisory Service (PT Deloitte Konsultan Indonesia) bersama dengan Hermawan Juniarto Deloitte Legal, menginisiasi penulisan laporan mengenai PDP.
Laporan ini diharapkan dapat menjadi titik awal dan acuan dalam mempersiapkan berbagai upaya untuk mengimplementasikan UU PDP dengan pengelolaan data yang komprehensif.
Advertisement
Baca Juga
“Kami menyadari pentingnya akuntabilitas dan tata kelola data pribadi bagi setiap setiap Korporasi, Badan Publik, dan Organisasi Internasional yang melakukan pemrosesan data pribadi sebagaimana diamanatkan UU PDP, dimana untuk hal tersebut diperlukan penanganan komprehensif terkait keamanan siber dan juga persiapan asas kepatuhan dalam implementasinya di berbagai industri.
Deloitte Indonesia tentunya siap membantu bisnis dan industri agar dapat berkembang bersama untuk mendorong ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan tumbuh menjadi 146 milyar dolar AS di tahun 2025,” terang Cornel Juniarto, Senior Partner, Hermawan Juniarto Deloitte Legal.
UU PDP ditujukan bagi seluruh organisasi maupun para pelaku bisnis di Indonesia untuk menjamin hak perlindungan data mereka. Harapannya, hal ini dapat meningkatkan daya saing para pelaku bisnis dalam sektor teknologi serta mendorong pertumbuhan ekonomi digital secara keseluruhan. Selain itu, UUP PDP juga akan meninjau setiap organisasi, lembaga, maupun pelaku usaha dalam memastikan data pribadi setiap individu yang tergabung di dalamnya tetap aman dan terjaga.
“Walaupun pelaku usaha diberikan batas waktu 2 tahun (periode transisi) untuk mematuhi semua ketentuan terkait pemrosesan data pribadi di masing-masing bidang industri, namun di dalam periode tersebut, organisasi maupun pelaku bisnis perlu melakukan serangkaian tindakan. Beberapa di antaranya seperti menentukan framework PDP, pembuatan umbrella privacy policy, persiapan kerangka kerja pemrosesan data pribadi sebagai pedoman kepatuhan, dan peninjauan proses data pribadi untuk memastikan kepatuhan UU PDP,” jelas Cornel.
Pengembangan Teknologi Baru
Alex Siu Hang Cheung, Risk Advisory Partner, Deloitte Indonesia (PT Deloitte Konsultan Indonesia) menambahkan bahwa dalam UU PDP terdapat beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dalam proses tata kelola data. Dengan begitu para pelaku bisnis dapat meningkatkan standar industri mereka untuk memberikan daya saing pelaku ekonomi digital nasional di industri global.
“Proses tata kelola data yang tercantum dalam UU PDP akan mendorong pengembangan teknologi baru dan inovasi pada setiap pelaku bisnis karena pemrosesan dan penyimpanan data dilakukan secara transparan dan harus berdasarkan persetujuan subjek,” jelasnya.
Bagi pelaku bisnis dan industri, implementasi manajemen data pribadi / DPM merupakan sesuatu yang cukup menantang. Setiap aspek penting membutuhkan integrasi yang tepat sasaran agar proses penerapan berjalan tanpa hambatan dan asas kepatuhan dapat dijalankan.
“Untuk itu penting sekali mengintegrasikan DPM secara komprehensif guna membawa perubahan yang lebih baik. Ini menjadi komitmen besar Deloitte Indonesia dalam mengupayakan keamanan data klien demi kepentingan bersama,” pungkas Alex.
Advertisement