Teror Kondom Bekas Hantui Lusinan Perempuan dari Sekolah yang Sama, Dikirim Lewat Paket

Ada sekitar 65 wanita yang pernah bersekolah di sebuah sekolah swasta yang jadi korban teror kondom bekas.

oleh Asnida Riani diperbarui 22 Mei 2023, 03:00 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2023, 03:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi kondom. (dok. pexels/Nataliya Vaitkevich)

Liputan6.com, Jakarta - Lusinan perempuan di Australia, yang pernah bersekolah di sekolah putri swasta yang sama, telah jadi korban teror kondom bekas. Bersama surat berisi ancaman, "barang asing" itu dikirimkan pada mereka melalui paket, dan kini sedang diselidiki pihak berwenang sebagai "serangan yang ditargetkan."

Melansir NY Post, Jumat, 19 Mei 2023, sekitar 65 wanita yang bersekolah di Kilbreda College Mentone, sebuah sekolah menengah Katolik dekat Melbourne, pada akhir 1990-an telah menerima surat yang mengganggu selama dua bulan terakhir, lapor 9NEWS.

Polisi mengatakan, siapa pun yang berada di balik tindakan itu tampaknya mendapatkan alamat para korban teror dari buku tahunan yang dibuat oleh siswa dari angkatan 1999, menurut The Guardian. "Buku tahunan mungkin telah ditemukan seseorang yang tidak terkait dengan sekolah dan mengira itu … (adalah) lelucon, namun sekarang jadi sangat serius," Polisi Victoria Sersan Senior Detektif Grant Lewis, berkata.

"Kami tetap berpikiran terbuka terkait hubungan apa pun dengan sekolah atau (mantan) siswa, atau seseorang yang tidak memiliki hubungan dengan sekolah apa pun," tambahnya. Lewis mengatakan, beberapa surat ditulis tangan dan beberapa diketik, tapi semuanya berisi pesan yang "menyuruh dan mengancam... seksual."

Insiden teror kondom bekas ini pertama dilaporkan pada 20 Maret 2023 dan kebanyakan surat diterima pada hari Senin. Salah satu korban, yang mengidentifikasi dirinya dengan nama depan Bree, bercerita bahwa ibunya membuka amplop itu dan melihat isinya yang menjijikkan.

Analisis DNA dan Tulisan Tangan

Kondom
Ilustrasi kondom bekas. (Foto: Pixabay/Wounds_and_Cracks)

"Reaksinya cukup kaget dan ia sangat kesal," kata Bree, menurut The Guardian. "Saya sangat ketakutan (dan) tidak tidur malam itu. Keesokan harinya saya mendengar tentang perempuan lain yang telah menerima jenis surat yang sama atau serupa, kemudian ada lagi."

Bree mengatakan, surat yang ia terima berisi pesan seksual yang gamblang dan bahwa ia membuat halaman Facebook yang mendorong lebih banyak wanita akhirnya menceritakan pengalaman serupa. "Itu benar-benar menjijikkan, bukan sesuatu yang Anda harapkan melalui paket," katanya.

"Beberapa orangtua kami sudah cukup tua dan beberapa oran tua sakit dan beberapa dari kami tidak sehat saat ini. Jadi, paket ini harusnya tidak ada," tambah Bree. "Kami tidak bisa memikirkan siapa pun yang memiliki dendam terhadap kami."

Kepala Sekolah Kilbreda College Nicole Mangelsdorf mengatakan bahwa insiden itu tidak terkait pelanggaran akses data pribadi apapun di sekolah. "(Saya) terkejut dengan tindakan tercela ini dan mengutuknya sekeras mungkin sambil menawarkan dukungan pada mantan siswa yang membutuhkannya," kata Mangelsdorf pada 9NEWS.

Lewis mengatakan bahwa para penyelidik menggunakan analisis DNA dan tulisan tangan untuk mencoba dan melacak siapa yang berada di balik tindakan menjijikkan itu.

 

Kasus Lain Terkait Seksualitas di Sekolah

Ilustrasi
Ilustrasi pendidikan seks untuk anak. (dok. unsplash/charlesdeluvio)

Di kasus berbeda, para orangtua murid di Waldorf School of Garden City, Long Island, Amerika Serikat (AS) geram. Beberapa di antaranya bahkan mengancam akan mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah karena kurikulum pendidikan seks mengajarkan, seperti seks oral dan anal, serta masturbasi dengan ilustrasi untuk siswa kelas lima SD.

Melansir NY Post, 17 Mei 2023, bagian dari kurikulum pendidikan seks baru, yang berasal dari Unitarian Universalist Church dan disebut Our Whole Lives (OWL), baru saja diumumkan secara resmi pada para orangtua murid pada Maret 2023 oleh pihak sekolah.

Dalam pengajaran, buku kontroversial berjudul "It's Perfectly Normal" juga digunakan. Menurut para orangtua, itu awalnya dimaksudkan untuk anak-anak lebih besar karena berisi materi yang terlalu gamblang untuk siswa kelas lima SD.

"Itu membuat saya mual secara fisik," kata seorang ibu pada The Post. "Ada satu halaman penuh tentang kontrasepsi, seks vaginal dan anal, dan lebih banyak lagi tentang bagaimana hal itu normal. Ini jelas mendorong agenda (tertentu) dan sangat keterlaluan."

Praktik belajar mengajar di Sekolah Waldorf didasarkan pada ajaran Rudolf Steiner, filsuf dan guru Austria abad ke-19, yang lebih percaya pada ajaran pengalaman dan lembut daripada pedagogi yang disiplin. Steiner percaya bahwa "manusia adalah makhluk roh, jiwa, dan tubuh rangkap tiga yang kapasitasnya terungkap dalam tiga tahap perkembangan menuju kedewasaan: masa kanak-kanak awal, anak-anak, dan remaja."

Di Sekolah Waldorf, siswa SD, yang biaya sekolah untuk kelas lima menghabiskan 30.350 dolar AS (sekitar Rp461,7 juta) setahun, belajar ketika membaca "It’s Perfectly Normal," antara lain, bahwa "orang Yunani kuno berpikir cinta antara dua pria adalah bentuk cinta tertinggi."

Ada Intimidasi dan Ancaman pada Orangtua Siswa?

Ilustrasi
Ilustrasi pendidikan seks untuk anak. (dok. unsplash/Jason Leung)

Ada juga bagian dalam buku tentang bagaimana anak-anak, baik dari jenis kelamin yang sama atau jenis kelamin yang berbeda, "bahkan dapat melihat dan menyentuh tubuh satu sama lain." Ini adalah jenis "penjelajahan yang normal" dan tidak selalu ada hubungannya dengan apakah seseorang itu straight, gay, lesbian, atau biseksual.

Lima orangtua berbicara pada The Post tentang kurikulum pendidikan seks yang baru dan meminta agar mereka tidak diidentifikasi karena mengatakan beberapa orangtua telah "diintimidasi" dan diancam akan dicap sebagai "melawan keragaman" karena angkat bicara.

Seorang ibu mengaku kesal, mengatakan bahwa ia takut akan pembalasan dari sekolah, tempat para orangtua menandatangani kontrak setiap bulan Februari untuk pendaftaran anak-anak mereka di tahun berikutnya.

"Sekolah ini adalah satu-satunya tempat di mana mereka selalu membiarkan anak-anak jadi anak-anak dan mereka selalu berusaha menjauhkan mereka dari media sosial dan televisi," kata seorang ibu lain.

Ia menyambung, "Tapi, ideologi ini sekarang jadi fokus utama sekolah. Saya mendukung keragaman dan inklusi, tapi itu mengambil nada yang sama sekali baru ketika anak pulang untuk memberi tahu Anda tentang kata ganti tertentu dan bertanya tentang seks oral." 

Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 dari 4 Perempuan Mengalami Kekerasan Fisik atau Seksual. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya