Saatnya Beralih ke Regenerative Tourism, Berwisata Sambil Healing dan Mengasah Kepedulian Lingkungan

Dalam konsep regenerative tourism, para pelancong tidak hanya bisa healing saat berwisata tapi juga belajar tentang lingkungan dengan cara yang menyenangkan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 11 Feb 2024, 12:48 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2024, 08:30 WIB
Saatnya Beralih ke Regenerative Tourism, Berwisata Sambil Healing dan Mengasah Kepedulian Lingkungan
Berjalan-jalan di kawasan hutang mangrove di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor pariwisata ibarat dua sisi mata uang. Kerap dianggap sebagai salah satu sektor perekonomian yang bisa membuka banyak lapangan pekerjaan, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan karena praktik mass tourism alias pariwisata massal. Pelancong berbondong-bondong datang ke destinasi wisata tertentu untuk liburan tapi mengabaikan daya dukung lingkungan.

Seiring gaung keberlanjutan makin kencang, sektor pariwisata pun berbenah diri. Sejumlah pemangku kepentingan mulai mengadopsi konsep regenerative tourism. Salah satunya Bumi Journey, penyedia tur perjalanan ramah lingkungan.

"Bumi Journey terinspirasi untuk membuat pariwisata yang ramah lingkungan dan bersifat regeneratif agar manusia, bumi, dan masyarakat sekitar dapat selaras berkembang menjaga bumi kita sambil jalan-jalan dengan tidak menyakitinya," jelas Thalya Hasna Fadilah, Marketing Manager Bumi Journey, dalam pesan tertulis kepada Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat, 9 Februari 2024.

Ia mengingatkan kondisi Bumi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Krisis iklim yang terjadi menunjukkan bahwa hubungan antara alam dan manusia terganggu. Untuk menjaga alam dan lebih terkoneksi kembali dengan alam, manusia memerlukan pendekatan baru degan memperlakukan alam sebagai bagian dari diri sendiri.

"Jika manusia merasa terhubung dengan alam, misalnya dengan menghabiskan waktu di dalamnya, kemungkinan besar manusia lebih peduli terhadap alam dan melindungi lingkungan. Inilah tempat di mana pariwisata dapat memainkan peran besar," sambung Thalya.

Maka, paket tur wisata yang ditawarkan pihaknya dirancang semaksimal mungkin berdampak positif pada lingkungan sekitar. Misalnya, peserta akan diminta membawa botol minum sendiri untuk mengurangi penggunakan plastik sekali pakai atau meminta memakai sunscreen yang aman bagi koral saat snorkeling.

"Inisiatif-inisiatif tersebut tertuang dalam handbook yang kita buat yang dibagikan ke peserta trip sebelum acara," imbuhnya.

Bikin Edukasi tentang Lingkungan Lebih Menyenangkan

Saatnya Beralih ke Regenerative Tourism, Berwisata Sambil Healing dan Mengasah Kepedulian Lingkungan
Menanam mangrove di Taman Wisata Alam Muara Angke, Jakarta Utara. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Hal serupa juga melatari Sebumi untuk memanfaatkan sektor pariwisata dalam mengedukasi masyarakat tentang lingkungan. Founder Sebumi, Iben Yuzenjo Ismarson menerangkan bahwa edukasi lingkungan harus menyentuh akar kesadaran personal sehingga bisa menggugah keinginan dan motivasi kuat untuk mengubah gaya hidup yang lebih berpihak pada alam.

"Perjalanan tur wisata yang berbasis pengalaman akan menjadi edukasi yang menyenangkan sehingga pesan lingkungan tersampaikan tanpa mendikte, mengintimidasi, apalagi membuat takut terkait dampak kerusakan alam dan krisis iklim yang ada di sekitar kita," kata Iben dalam penjelasan tertulis kepada Liputan6.com, Kamis, 8 Februari 2024.

Ia mengaku tur hijau dan konsep Zero Waste Journey yang diterapkannya terinspirasi dari gerakan-gerakan lingkungan, seperti zero waste dan konsep SDGs yang dikombinasikan dengan semangat pariwisata berkelanjutan yang ada di skala global. Tur Sebumi, sambung Iben, didasarkan pada sembilan modul gaya hidup berkelanjutan yang meliputi aspek food, waste, water, energy, shelter, biodiversity, transportation, fashion, dan minfulness.

Karena itu, rute dan lokasi tur disusun berdasarkan kombinasi aspek-aspek tersebut dipadupadankan dengan titik-titik atraksi yang mewakili dan sesuai dengan semangat pembelajaran di sembilan aspek tersebut. "Tentunya kami juga mempertimbangkan aspek durasi, mobilisasi dan variasi pengalaman yang tetap memenuhi aspek pengalaman wisata yang menyenangkan," imbuhnya.

Contoh Paket Wisata Berbasis Pendidikan Lingkungan

Saatnya Beralih ke Regenerative Tourism, Berwisata Sambil Healing dan Mengasah Kepedulian Lingkungan
Ilustrasi perjalanan berbasis pendidikan lingkungan, belajar tentang kakao di Pinrang, Sulawesi Selatan. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Anda tertarik mengikuti tur berbasis pendidikan lingkungan? Sebumi menyiapkan Jakarta Green Tour bersama teman-teman tuli pada 24 Februari 2024 yang akan mengajak peserta mengeksplorasi sisi keberlanjutan di kawasan Dukuh Atas dan Blok M. Selain mengulik sisi hijau, peserta juga akan diajak melihat fasilitas-fasilitas ramah disabilitas yang ada di Jakarta. Harga Sebumi Green Tour berkisar dari Rp75 ribu hingga Rp200 ribu, tergantung rute dan fasilitas yang didapatkan. 

"Kami juga menggelar tur ke lokasi yang lebih menjangkau area-area yang remote untuk mempelajari isu-isu lingkungan di berbagai ekosistem yang berbeda di berbagai pelosok negeri, yaitu Sebumi merimba (isu Hutan) ke Merabu di Kaltim Mentawau di Kalteng, Sebumi Melaut (Isu Laut) ke Raja Ampat dan Banda Neira Indonesia Timur, serta Sebumi Mendaki (Isu Gunung) ke Rinjani dan Kerinci Gunung tertinggi ke-2 dan ke-3 di Indonesia," kata Iben.

Harga paket itu berkisar antara Rp5-12 juta, termasuk transportasi, akomodasi dan pengalaman kerelawanan untuk aksi sosial dan lingkungan bersama masyarakat lokal di sekitar destinasi yang dikunjungi yang menjadi kesatuan dalam program perjalanan yang utuh.

Sementara, Bumi Journey sudah menjalankan tur dengan konsep open trip untuk peserta individu dan group trip untuk peserta rombongan selama dua tahun. Karena target utamanya adalah Group Trip, penentuan tema dan tujuan destinasi tergantung hasil diskusi berdama klien.

Di sisi lain, pihaknya juga terbuka dengan trip individual dengan tur terdekat akan berlangsung pada 2 Maret 2024. Mengusung tema wellness tourism, peserta akan diajak menguatkan kembali hubungan mereka dengan alam sebagai cara untuk agar lebih peduli dengan persoalan lingkungan. "Trip ini terbuka untuk umum. Kalau tertarik ikut tripnya, bisa cek info lebih lanjut di IG bumi," katanya.

 

Respons Publik

Saatnya Beralih ke Regenerative Tourism, Berwisata Sambil Healing dan Mengasah Kepedulian Lingkungan
Salah satu destinasi yang mengedepankan edukasi lingkungan, Taman Burung TMII Jakarta. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Saat ini, Green Tour digelar setidaknya 1--2 kali setiap bulan di akhir pekan. Jumlah pesertanya rata-rata 20--30 orang per tur. Di luar itu, ia mengaku banyak mendapat permintaan menggelar tur wisata secara privat dari sekolah, organisasi, komunitas, dan institusi lainnya.

"Green Tour yang berawal dari Jakarta kini juga sudah kami kembangkan di kota lain seperti Jogja, Bali, Bandung di 2023. Dan di 2024 akan juga diluncurkan di dua kota baru, di Bogor dan Surabaya," kata Iben.

Tur yang dirancang Sebumi juga melibatkan komunitas marjinal seperti teman-teman disabilitas (teman tuli, teman netra, dan lain-lain) sehingga pengalaman itu dapat dinikmati semua orang tanpa kecuali. Pihaknya juga banyak mendorong eksplorasi ruang publik, baik itu Ruang Terbuka Hijau di taman taman kota hingga berbagai mode transportasi publik yang ada seperti KRL, TransJakarta, MRT, dan lain-lain.

"Untuk mendorong terciptanya hubungan yangg sehat dan harmoni antara kota, manusia dan alam. Kami juga bekerja sama dengan UMKM lokal yang mengusung usaha-usaha sustainability sebagai tour stop kami," ia menambahkan.

Sementara, Bumi Journey mengusung Feel Good and Do Good sebagai tema besar tur wisata mereka. Turunannya kemudian menyesuaikan tema besar itu, seperti penanaman mangrove dan terumbu karang. Lokasi yang sering mereka jelajahi adalah PIK, Pulau Pramuka, Bali, dan Lombok.

"Sejauh ini respons publik tentunya tertarik karena regenerative tourism adalah hal yang baru dikenalkan dalam dunia wisata, bahkan sekarang kami menerima permintaan dari perusahaan untuk melakukan company outing dengan lebih eco/regenerative. Artinya, perusahaan-perusahaan banyak yang sudah peduli dengan keberlanjutan lingkungan," Thalya menjelaskan.

 

 

Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan
Infografis Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan. (Liputan6.com/Triiyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya