Liputan6.com, Jakarta - Hamada Shaqoura, seorang food blogger asal Gaza, Palestina membagikan konten membuat makanan dari paket bantuan korban perang di sebuah kamp pengungsi. Pria yang tadinya bekerja sebagai marketing restoran tersebut, mengunggah videonya dalam akun Instagram dan Tiktok, @hamadashoo.
Shaqoura yang sudah memiliki lebih dari 200 ribu pengikut di Instagram, mengatakan dalam wawancaranya kepada AJ+ bahwa ia ingin menunjukkan pada dunia bahwa Palestina dan identitas warga Palestina itu ada lewat makanan.
"Saya berharap orang-orang pertama mengetahui tujuan kami, meskipun itu melalui makanan," sebutnya.
Advertisement
Dalam video-video yang diunggahnya, Shaqoura memasak berbagai makanan dunia dengan bahan-bahan seadanya yang ia dapatkan dari paket bantuan makanan dan modifikasi sesuai kesediaan yang dimiliki di kamp pengungsian. Ia juga membagikan hasil masakannya tersebut kepada anak-anak yang berada di kamp pengungsian.
"Saat saya membuat resep baru ini untuk anak-anak, saya merasa mereka senang. Dan setiap kali saya memasuki kamp pengungsi, anak-anak bertanya kepada saya, "Apa yang kamu buat hari ini? Masakan apa hari ini?'" tuturnya.
Idenya datang ketika ia melihat anak-anak di kamp pengungsian Gaza yang hanya makan makanan kaleng selama lima bulan terakhir. Dari sana, Shaqoura merasa bahwa ia perlu membuat sesuatu yang baru dari paket bantuan tersebut.
"Selama lima bulan, anak-anak belum makan apa pun selain makanan tambahan. Itu bahkan tidak cukup. Kebanyakan orang tidak menganggapnya cukup," tambahnya. Ia tampak telah mencoba berbagai macam resep seperti kebab, burger, pizza gulung, hingga tuna bowl.
Â
Hidup Sebelum dan Setelah Perang
Selain itu, Shaqoura juga membagikan perubahan kehidupan yang ia alami setelah pengeboman yang terjadi di Gaza. Dalam sebuah video berdurasi 35 detik, ia menyandingkan dua rekaman keadaan hidupnya sebelum dan sesudah perang.
Pada video yang diunggah tanggal 23 Maret 2023 tersebut, tampak perbedaan yang sangat signifikan. Sebelumnya, tampak Shaqoura yang membuat konten makanan untuk restoran-restoran di dalam gedung dengan penyajian yang nyaman. Namun, kini ia perlu pergi 'berburu' paket makanan yang dijatuhkan oleh pesawat udara.Â
"Sebelum perang, saya bekerja sebagai pemasar media sosial untuk restoran dan organisasi lainnya. Sejak 7 Oktober, kami sudah tiga kali mengungsi. Rumah saya hancur dan begitu pula studio tempat saya memfilmkan konten saya. Selain itu, sebagian besar restoran, jika tidak semua, tempat saya bekerja hancur sehingga saya kehilangan segalanya" tuturnya kepada Anadolu, Jumat, 19 April 2024.
Meski begitu, Shaqoura menyampaikan tidak ingin kehilangan jati dirinya sebagai seorang food blogger. Ia pun tetap melakukan pekerjaan tersebut walau di tengah perang dan dengan keadaan yang jauh berbeda.
Advertisement
Harus Segera Tinggalkan Gaza
Meski begitu, Shaqoura menyampaikan bahwa ia dan keluarga berniat untuk meninggalkan Gaza secepatnya. Bukan tanpa alasan, istrinya tengah mengandung delapan bulan dan tidak ada rumah sakit yang tersedia di sana.
"Kami menikah hanya dua bulan sebelum perang. Tentu saja saya tidak ingin meninggalkan Gaza, tapi istri saya sedang hamil delapan bulan. Dia akan melahirkan bulan depan. Kita semua tahu bagaimana situasi di Gaza," ujarnya.
Ia pun telah membuka donasi bagi dirinya dan istri untuk menemukan tempat di kota lain sehingga istrinya bisa melahirkan dengan tenang di rumah sakit. Shaqoura juga menuturkan bahwa ia tidak pernah memikirkan apa yang akan terjadi setelah perang usai, ia hanya bisa memikirkan bagaimana istri dan keluarganya dapat bertahan dalam keadaan saat ini. Di saat seperti ini, menurutnya, bertahan hidup jadi hal yang utama.
"Apa pun yang terjadi setelah perang, terjadilah. Saat ini, yang terpenting adalah kelangsungan hidup," tutupnya.
Israel Jadikan Kelaparan Warga Gaza sebagai Senjata Perang
Sementara itu, PBB mengatakan pada Selasa, 19 Maret 2024, bahwa pembatasan ketat Israel terhadap bantuan ke Gaza, dijadikan Tel Aviv sebagai 'senjata perang', termasuk membuat warga di sana menderita kelaparan.Â
Dikutip dari kanal Global Liputan6.com, Minggu, 21 April 2024, Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk mengecam Israel lantaran kelaparan terus merajalela dan mengancam warga Palestina di Gaza. Dalam sebuah pernyataan, Turk mengatakan bahwa, "Situasi kelaparan adalah akibat dari pembatasan ekstensif Israel terhadap masuk dan distribusi bantuan kemanusiaan dan barang-barang komersial".
"Hal ini juga terkait dengan pengungsian sebagian besar penduduk, serta kehancuran infrastruktur sipil yang penting," katanya, seperti dilansir CNA.
"Besarnya pembatasan yang dilakukan Israel terhadap masuknya bantuan ke Gaza dan cara mereka terus melakukan permusuhan, mungkin berarti penggunaan kelaparan sebagai metode perang, yang merupakan kejahatan perang,"Â tambahnya.
Juru bicaranya, Jeremy Laurence, mengatakan kepada wartawan di Jenewa bahwa keputusan akhir apakah kelaparan digunakan sebagai senjata perang akan ditentukan oleh pengadilan.
Komentar tersebut muncul setelah penilaian keamanan pangan yang didukung PBB menetapkan bahwa wilayah Palestina yang dilanda perang sedang menghadapi kelaparan.
Â
Advertisement