Bantuan Dihentikan, Pusat Kebudayaan Indonesia-Belanda Ditutup

Tutupnya Yayasan Karta Pustaka Yogyakarta ini akibat bantuan dana operasional dari Pemerintah Belanda dihentikan karena krisis ekonomi.

oleh Yanuar H diperbarui 06 Des 2014, 07:13 WIB
Diterbitkan 06 Des 2014, 07:13 WIB
Bantuan Dihentikan, Pusat Kebudayaan Indonesia-Belanda Ditutup
(Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Liputan6.com, Yogyakarta - Yayasan Karta Pustaka Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan Indonesia-Belanda yang berada di Yogyakarta sejak 1968 akhirnya ditutup pada 1 Desember 2014.

Gulung tikar yayasan ini karena permasalahan dana yang berasal dari Pemerintah Belanda. Gedung yang terletak di Jalan Suryodiningratan 37B Yogyakarta

Anggota Dewan Pembina Yayasan Karta Pustaka Djoko Suryo mengaku sedih dengan ditutupnya pusat kebudayaan Indonesia-Belanda ini. Apalagi ditutupnya yayasan ini karena tidak adanya dana yang menyokong operasional yayasan.

"Kita sedih ya karena Karta Pustaka sudah berkiprah selama 50 tahun tapi terpaksa harus berhenti, karena keadaan kondisi yang tidak memungkinkan ini yang kita sedih dan sayangkan," ujar Djoko saat di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta, Jumat (5/12/2014).

"Karena situasi zaman dan kondisi dana yang sangat dibutuhkan untuk hidup tidak tersedia, karena semula kita banyak dibantu oleh keduataan besar Belanda. Tapi sekarang tidak bisa bantu karena negeri Belanda dalam kondisi krisis ekonomi. Sehingga tidak bisa melanjutkan bantuan kepada Karta Pustaka. Masalah finansial semunya nggak ada masalah," sambung dia.

Dojoko menjelaskan, saat ini opersional yayasan sangat bergantung kepada sokongan dana dari negeri Belanda. Karena hanya mengandalkan dari negeri Belanda, maka pihak Yayasan kesulitan menutup biaya opersional sehari-hari.

Sementara dana bantuan itu, kata Djoko, hanya turun setiap tahun. Seandainya ada bantuan dana selain Pemerintah Belanda, maka yayasan ini pun akan terus berjalan.

"Karena kita sangat tergantung dari bantuan tapi ingin terus. Tapi karena kondisi ini memang tidak ada jalan lain. Sewa gedung dan operasional karyawan. Karyawan itu kan ya harus digaji ya. Kalau ada bantuan dana kita bisa jalan terus," ujar dia.

"Kalau dari awal kita bisa terima dana dari masyarakat ya bisa tapi lembaga seperti ini tidak ada ya. Banyak hubungan Indonesia-Belanda itu kan tidak layak jual atau yang membantu tidak tertarik," sambung Djoko.

Akibat ditutupnya Karta Pustaka ini, lanjut Djoko, juga membuat hubungan kerja sama dengan pihak Belanda ditutup. Bahkan studi tentang Indonesia di negeri Belanda itu pun juga dihentikan.

"Kita nggak terpikir. Pihak Belanda memutuskannya mendadak ya tahun ini. Ini karena mereka tidak bisa karena kondisi keuangan, sehingga tidak bisa dilanjutkan dan hubungan kerja sama diputuskan dan studi tentang Indonesia di negeri Belanda juga dihentikan dan dihapus," jelas dia.

Sementara ribuan koleksi buku pusat budaya yang telah berusia 46 tahun ini dijual mulai 1 - 6 Desember 2014. Padahal tidak sedikit merupakan koleksi langka dengan kandungan nilai sejarah tinggi.

Akuisisi Pustaka

Gayung bersambut, Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akhirnya berniat menyelamatkan ribuan koleksi buku milik Yayasan Karta Pustaka melalui akuisi sebagian pusataka.

Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Yogyakarta Budi Wibowo mengatakan, pihaknya akan membawa koleksi buku yang masih tersisa di Karta Pustaka. Sebab, sebagian koleksi buku milik Karta Pustaka sudah dijual secara umum.

"Kita akan akusisi sebagian koleksi buku Karta Pustaka karena sebagian sudah diakuisisi oleh AFA, Colosani (Collosus Santo Ignasius). Kita pengin koleksi yang bermanfaat bagi masyarakat dan tidak ternilai hargnya dapat terjaga," ujar Budi di Kepatihan, Yagyakarta.

Budi mengatakan, pihak yayasan siap memberikan sebagian pustaka tersebut. Sementara buku yang dijual di Kantor Karta Puataka Jalan Suryodiningratan No 37b Yogyakarta adalah kategori ringan, seperti novel.

"Kalau dijual itu ternyata buku ringan kok. Kalau buku budaya diamankan di FIB UGM. Alhamdulillah masih nggak keluar dari Yogya. Kita akan akusisi koleksi buku ensiklopedia dan macem-macem itu nilainya luar biasa," ujar dia.

Menurut Budi, Yayasan Karta Pustaka tutup karena misi menjalin kebudayaan Indonesia-Belanda telah selesai. Hubungan kebudayaan yang sudah terjalin sejak 1968 ini dinilai sudah cukup bagi Karta Pustaka yang menjadi pusat kebudayaan Indonesia-Belanda di Yogyakarta.

"Itu keputusan yayasan ya, karena mereka menyebut bahwa misinya telah selesai dan terjalin kebudayaan dengan pihak Belanda dan membubarkan diri. Kalau tahu lebih awal kita bisa selamatkan. Kami ingin itu diamankan," pungkas Budi. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya