Karakter Geografis-Kultur Budaya RI Pemicu Tumbuhnya Radikalime?

Mantan Menteri Agama Alwi Shihab mengatakan, ajaran Islam sesungguhnya tidak ada paham radikalisme, melainkan perdamaian.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 08 Jun 2015, 06:29 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2015, 06:29 WIB
Ilustrasi ISIS
Ilustrasi ISIS

Liputan6.com, Jakarta - Paham radikalisme dianggap masih berkembang di Tanah Air. Penyebaran paham tersebut dinilai karena dipengaruhi letak geografis dan kultural wilayah RI.

"Saya menilai ada kaitannya karakter geografis dan kultural masyarakat kita, yang memang radikal dan kekerasan," ujar Mantan Rektor Universtitas Islam Negeri (UIN) Komarudin Hidayat di Jakarta, Minggu 7 Juni 2015.

Komarudin mencontohkan Australia, dulunya negara itu digunakan Inggris sebagai daerah pembuangan. Namun seiring waktu, negeri Kanguru itu akhirnya berkembang menjadi satu negara maju di dunia. Artinya, budaya masyarakatnya mengalami perubahan.

"Artinya ada suatu strategi kebudayaan yang berubah, tapi negara kita tradisi kekerasan masih justru menonjol. Sehingga itu sangat mudah dimasuki paham radikalisme," tutur Komarudin.

Begitu pun dengan Islam di Timur Tengah. Menurut Komarudin, di sana negara Islam terpecah menjadi 22 negara, tergantung dari kesultanan dan kekhalifahannya. Berbeda dengan Indonesia yang kesultanan dari Sabang sampai Merauke justru bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Seharusnya, kata Komarudin, Indonesia bisa lebih kuat dalam menangkal setiap paham radikalisme, apalagi yang mengatasnamakan Islam. Intinya lahan yang ada di wilayah RI harus digemburkan untuk menyuburkan dan memperkuat Islam itu sendiri.

"Itu bisa berjalan bila ada kepastian hukum, konstitusi, perdamaian," pungkas Komarudin.

Sementara mantan Menteri Agama Alwi Shihab mengatakan, dalam ajaran Islam sesungguhnya tidak ada paham radikalisme, melainkan mengajarkan perdamaian. Karena itu, sangat tidak tepat apabila Islam dikaitkan dengan aksi terorisme atau radikalisme, pun kekerasan.

"Inti dari ajaran Islam sendiri adalah cinta dan identik dengan perdamaian, banyak orang yang lupa soal itu," tegas dia.

Namun, menurut Alwi, paham radikalisme itu sendiri tumbuh dalam kelompok-kelompok tertentu, yang kemudian berkembang menjadi organisasi yang berbahaya.

"10 Tahun lalu kita tidak pernah membayangkan lahirnya kelompok radikalisme, terutama Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Mereka telah mencederai Islam, sehingga kita tidak boleh tinggal diam untuk menangkal gerakan mereka. Mereka ancaman nyata dan sudah menyebar ke berbagai negara di Timur Tengah," pungkas Alwi. (Rmn/Tho)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya