Setya Novanto Berharap Polemik Pilkada Serentak Tak Berlarut

Ketua DPR Setya Novanto, mengatakan polemik ini harus segera diselesaikan terkait masalah dugaan penyalahgunaan dana KPU hasil temuan BPK.

oleh Gerardus Septian Kalis diperbarui 23 Jun 2015, 05:43 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2015, 05:43 WIB
Setya Novanto Ketua DPR, Fadli Zon Wakilnya
Setya Novanto (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pilkada serentak yang akan digelar mulai 9 Desember 2015 mendatang masih menyisakan banyak masalah. Hal ini terlihat dari persiapan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu dalam proses pendataan yang belum disiapkan secara maksimal.

Terkait itu Ketua DPR Setya Novanto, mengatakan polemik ini harus segera diselesaikan terkait masalah penyalahgunaan dana.

"Harus ditindaklanjuti secara baik antara KPU dengan Komisi II (DPR). Belum lagi nanti dengan pemeriksaan dengan tujuan-tujuan tertentu," ucap Setya Novanto di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (22/6/2015).

Dalam rapat pimpinan lembaga yang sudah digelar, Setya mengatakan bahwa masalah ini sudah diketahui Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, menghasilkan beberapa hal yang harus diperhitungkan dalam menyelesaikan masalah Pilkada serentak ini.

Setya berharap agar masalah pilkada dapat secepatnya diselesaikan dengan menjalin komunikasi dengan Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Dia berharap masalah ini tidak berlarut-larut hingga mengganggu jalannya pilkada.

"Untuk kasus ini saya menyerahkan kepada anggota dan pimpinan Komisi II (DPR) untuk mencari jalan keluar dan menjalin komunikasi dengan KPU bagaimana kasus ini bisa terjadi," ujar Setya Novanto.

Sebelumnya, Komisi II DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit keuangan KPU. Hasilnya, BPK menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran sekitar Rp 334 miliar pada anggaran 2013-2014 KPU.

Ada 7 ketidakpatuhan yang ditemukan BPK pada keuangan KPU. 7 Ketidakpatuhan itu, yakni indikasi kerugian negara Rp 34 miliar, potensi kerugian negara Rp 2,2 miliar, kekurangan penerimaan Rp 7,3 miliar, pemborosan Rp 9,7 miliar, yang tidak diyakini kewajarannya Rp 93 miliar, lebih pungut pajak Rp 1,35 miliar, dan temuan administrasi Rp 185,9 miliar. (Ans/Dan)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya