Liputan6.com, Jakarta - Pencairan dana desa segera terealisasi. Anggota dewan mewanti-wanti agar dana desa tidak dijadikan komoditas politik pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy menilai dana desa berpotensi dapat bermanfaat bagi kesan politik dari Presiden Jokowi. Ketika dana desa bertahan sampai dengan akhir masa jabatan presiden, masyarakat otomatis mengatakan pencairan itu berkat kinerja Presiden Jokowi.
"Yang mendapat poinnya Pak Jokowi yang berhasil menjalankan Undang-Undang Desa dan memperhatikan pembangunan yang ada di pedesaan," ujar Edy di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/9/2015).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu mengatakan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) bertugas untuk melatih masyarakat desa dalam memanfaatkan anggaran. Sementara itu yang bertugas untuk melatih kepala desanya adalah Kementerian Dalam Negeri.
Dia mengungkapkan dana desa harus digunakan untuk pembangunan desa.
"Kalau menggunakan dana desa untuk menyukseskan pilkades, saya pastikan itu tidak bisa. Tidak termasuk prioritas yang ada di Kemendagri maupun di Permendes," tutur Edy.
Penggunaan dana desa ini nantinya diperiksa oleh BPK. Oleh karena itu, dia menyarankan setiap perangkat daerah harus siap melaporkan anggaran yang sudah diterimanya.
"Saya mengusulkan minimal harus ada 2 orang tenaga PNS di desa, sekretaris desa dan bendahara desa," kata Edy.
Pada kesempatan yang sama, Edy menyayangkan ada desa yang belum siap menerima dana transfer. "Akhirnya bupatinya diam saja dan tidak bisa mengembalikan ke rekening pusat," tutur Edy. (Bob)