Megawati: Sumpah Pemuda dan Pancasila Itu Satu Tarikan Nafas

Kedua falsafah berbangsa dan bernegara itu muncul karena digali para pendiri bangsa dari bumi Indonesia.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 27 Okt 2015, 14:05 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2015, 14:05 WIB
20151027-Bedah-Buku-Revolusi-Pancasila-Jakarta
Presiden kelima Indonesia Megawati Soekarnoputri memberikan pidato politiknya saat hadir dalam seminar nasional dan bedah buku Revolusi Pancasila di JCC, Jakarta, Selasa (27/10). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengatakan, Jiwa Sumpah Pemuda dan Pancasila memiliki tautan historis yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Bagi Megawati, Sumpah Pemuda tidak hanya memberi visi kebangsaan, tapi juga sebagai fondasi terpenting dari seluruh gagasan Indonesia Merdeka, yang diawali dengan komitmen satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan Indonesia.

"Komitmen dalam bentuk sumpah inilah yang menjadi energi penggerak kesadaran berbangsa," tandas Mega saat menghadiri peluncuran Buku berjudul 'Revolusi Pancasila' karya Yuddy Latief di JCC Senayan Jakarta, Selasa,(27/10/2015).

Megawati yang hadir didampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menuturkan, perwujudan dari jiwa Sumpah Pemuda ini nampak, ketika melalui Sidang Badan usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Pancasila diterima secara aklamasi sebagai dasar negara.

"Bung Karno menggali Pancasila dari buminya Indonesia. Karena itulah Pancasila hadir sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara," tegas Presiden kelima Indonesia itu.

Bahkan, Mega juga menyebut, bahwa Sumpah Pemuda dan Pancasila, merupakan satu tarikan nafas perjuangan kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya itu saja, Mega pun mengungkapkan, banyak yang bertanya, mengapa dalam situasi yang serba sulit dan terjajah, para pendiri bangsa dapat menuangkan pemikiran terbaiknya bagi bangsa dan negara Indonesia.

"Hal ini sungguh berbeda dengan situasi saat ini, dimana negara seolah terbagi oleh berbagai kepentingan individu dan kepentingan egosektoral setiap lembaga negaranya," ungkap Mega.

Karena itu, lanjut Mega, guna menjalankan Pancasila sebagai praksis-ideologi dan katalis perubahan struktural masyarakat Indonesia, maka dibutuhkan 3 hal.

"Bangsa Indonesia harus memiliki tiga kesaktian (Trisakti) di tiga ranah perubahan sosial, yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan," pungkas Mega. (Dms/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya