Derita Warga Akibat Penambangan Batu, 6 Orang Meninggal

Akibat penambangan batu, warga menderita ISPA, pepohonan dan rumah kotor tidak terawat akibat tertutup debu yang bertebaran.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 05 Nov 2015, 08:37 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2015, 08:37 WIB
Aktivitas penambangan pasir Merapi di Kawasan Sungai Gendol, ,Sleman, DI Yogyakarta. Penambangan pasir dan batu pascaerupsi Merapi marak dan menjadi mata pencaharian warga lereng Merapi.(Antara)

Liputan6.com, Cilegon - Aktivitas pertambangan di sekitar Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, Banten, telah meresahkan masyarakat setempat. Bagaimana tidak? Penambangan batu alam itu tidak hanya merusak alam dan mengganggu ketenangan warga, tapi juga telah menimbulkan korban jiwa dan berbagai macam penyakit.

Setidaknya tercatat 6 warga meninggal dunia karena penyakit TB Paru, 9 orang sedang rawat jalan karena TB Paru dan terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Mereka diduga terpapar polusi debu dari aktivitas pertambangan batu alam dan pengerukan gunung.

"Debunya sangat mengganggu, mulai dari kebersihan sampai kesehatan, dan sudah ada 15 orang yang terkena penyakit. Enam di antaranya meninggal karena TB paru. Penyebab utamanya itu dari debu batu," kata Aray, salah satu warga Sekong saat ditemui di kantor Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, Banten, Rabu 4 November 2015.

Enam warga yang meninggal dunia yakni Umi (60), Ardi (23), Sidik (46), Halwani (50), Nasa (70), dan Winda (19). Semuanya tinggal di dekat lokasi tambang batu alam.

Aray bercerita pertambangan batu yang mengeruk gunung dan merusak lingkungan tersebut setiap hari beroperasi sejak pukul 06.00-18.00 WIB. Akibatnya, warga harus menyapu lantai rumahnya setiap satu sampai dua jam sekali agar bersih.

Bahkan, akibat pertambangan tersebut, pepohonan dan rumah warga kotor tidak terawat akibat tertutup debu yang bertebaran. Terlebih jika terbawa angin, debu dari tambang akan menyesakkan dada saat bernafas dan mata terasa pedih karena debu yang masuk.

"Beberapa perusahaan yang beroperasi dekat dengan perumahan warga adalah CV Berlian Quarrindo, CV Talilo, CV Batu Berlian, CV Kunia Alam. Berdirinya pada 1990-an," kata warga lainnya, Aep Saepudin.

Dia menduga penambangan itu ilegal, sebab dulu perusahaan penambang cuma satu dan sekarang banyak.

Diminta Ditutup

Masyarakat menuntut perusahaan penambang batu alam yang mengeruk gunung dan merusak alam tersebut segera ditutup. Jika Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon tidak bisa bersikap tegas, masyarakat memastikan akan menggeruduk kantor Gubernur Banten, Rano Karno.

"Kami sebagai masyarakat merasa keberatan. Ditambah imbasnya terhadap masyarakat kena penyakit paru-paru dan gatal-gatal. Lebih baik tutup saja, karena nggak ada izinnya, buat apa dipertahanin lagi," tegas Aep.

Terkait banyaknya warga mengidap TB Paru yang diduga karena terpapar debu pertambangan, dibenarkan oleh salah satu tenaga kesehatan di Kecamatan Pulomerak.

Tidak hanya menderita TB Paru, banyak warga sekitar pertambangan juga menderita ISPA akibat pekatnya debu dari pertambangan.

"Pertamanya sesak nafas, terus dirujuk ke RSUD Kota Cilegon. Khususnya Ibu Umi, sudah dimasukan ke ICU, namun nyawanya tidak tertolong, karena almarhumah sudah mengalami gagal paru akut," kata relawan Posyandu Kelurahan Lebak Gede, Elly.

Terkait hal ini, kecamatan menyatakan siap mengambil sikap tegas dengan menyampaikan aspirasi warga kepada Pemprov Banten untuk menutup penambangan batu alam, yang telah menewaskan warga dan menimbulkan berbagai penyakit tersebut.

"Saya tampung semua aspirasinya. Pihak kecamatan hanya sebagai penampung aspirasi, karena kewenangan untuk menutup atau memberikan sanksi sekarang ada di pihak provinsi (banten). Saya juga akan melakukan pemanggilan kepada para pemilik perusahaan untuk melakukan audiensi. Jadi agar tidak sepihak saja," kata Camat Pulomerak Juhadi M Syukur. (Sun/Bob)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya