Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, terdapat beberapa persoalan pokok terkait penetapan seseorang menjadi Pahlawan Nasional. Di antaranya persoalan prosedur dan keobjektifan pihak-pihak yang menentukan seseorang menjadi pahlawan.
Kata Fahri, persoalan prosedur, di mana sudah terdapat komite di Kementerian Sosial yang memproses pengusulan yang tidak bisa diberikan oleh pemerintah pusat. Karena itu terdapat panitia daerah dari pahlawan itu berasal.
"Itu (prosedur) saya kira kita sudah benar, karena kita mengambil keputusan untuk memberikan gelar pahlawan kepada seseorang itu tidak saja karena image, tetapi ada fakta dukungan masyarakat bahwa orang ini layak untuk dijadikan pahlawan," ujar dia di Gedung DPR, Senayan, Selasa (10/11/2015).
Prosedur ini, Menurut Fahri, harus dihargai. Karena ini adalah suatu ikhtiar bahwa pemerintah tidak boleh memberikan simbolisasi gelar kepada orang-orang tertentu. "Sehingga itu (gelar pahlawan) seperti digilirkan di antara orang-orang yang dianggap hebat oleh pemerintah saja," ujar dia.
Baca Juga
Lanjut Fahri, persoalan kedua adalah orang-orang tertentu yang masuk dalam tim penyusunan gelar pahlawan nasional yang belum objektif.
"Misalnya tentang Pak Harto, tentang Gus Dur dan sebagainya. Saya kira secara objektif kita harus mengatakan, keduanya sudah meninggal dunia. Karena sudah meninggal dunia, akhlak dari Bangsa Timur seperti kita ini, tidak ada lagi yang kita perlu persoalkan dari orang itu. Kecuali bahwa dia pernah berbuat kebaikan bagi kita," kata dia.
"Saya kira kalau kita mau betul-betul menghadapi era baru Indonesia, efek-efek pada mentalitas kita tentang perang ideologi di zaman dulu itu, pelan-pelan kita harus hilangkan," sambung politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dia menyarankan, apabila presiden ingin mengusulkan Soeharto dan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi Pahlawan Nasional, presiden harus mempunyai prinsip kebijakan rekonsiliasi nasional secara luas, kepada seluruh masyarakat Tanah Air.
"Sebab kita tahu, antara Pak Harto dan Gus Dur dulu juga ada konflik. Karena Gus Dur dengan gerakan-gerakan pro demokrasi waktu itu cukup menentang pemerintahan Soeharto. Tapi jangan lupa, bahwa Gus Dur sangat menghormati Pak Harto, begitu pun sebaliknya," pungkas Fahri. (Rmn/Dan)