Liputan6.com, Jakarta DPR masih membahas rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, banyak pro-kontra yang muncul dalam pembahasan revisi tersebut.
Presiden Joko Widodo angkat bicara mengenai asal muasal usulan revisi UU itu. "Perlu saya sampaikan inisiatif revisi UU KPK itu dari DPR," ujar Presiden Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Untuk menyelesaikan masalah itu, Jokowi minta agar rakyat dilibatkan. Sehingga, masyarakat ikut andil dalam menentukan perlu tidaknya UU KPK direvisi. Tak hanya itu, Jokowi juga minta rakyat ikut menentukan bagian mana yang perlu direvisi.
"Saya sampaikan, tolong rakyat dilibatkan, ditanya," ucap Jokowi.
Tidak hanya rakyat, Jokowi juga meminta agar beberapa ahli hukum, akademikus, dan aktivis anti-korupsi dilibatkan dalam pembahasan revisi UU KPK tersebut.
"Terakhir, semangat revisi UU KPK harus memperkuat KPK, bukan untuk memperlemahkan," kata Jokowi.
Baca Juga
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan mengawal pembahasan revisi UU KPK di DPR. Nantinya pembahasan hanya dititikberatkan pada 4 poin sebagaimana diusulkan oleh KPK sendiri.
Luhut mengatakan keempat poin itu meliputi, pertama KPK nantinya harus punya dewan atau komisi pengawas‎ sebagaimana lembaga penegak hukum lainnya yang memiliki komisi pengawas.
Poin kedua, soal Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang selama ini tidak dimiliki KPK juga akan diberlakukan. Nantinya, ujar Luhut, SP3 itu direncanakan bisa diterbitkan KPK jika ada tersangka yang meninggal atau terkena sakit kritis seperti stroke.
"Ketiga, soal penyidik independen. Keempat, soal penyadapan yang diatur oleh mekanisme di dalam KPK, bukan oleh pengadilan ya. Empat poin itu saja," ujar mantan Kepala Staf Kepresidenan ini.**