Ketua DPRD Banten Tantang KPK Periksa Rekeningnya

Asep Rahmatullah menegaskan tak pernah menerima aliran dana baik dari Ricky Tampinongkol maupun 2 kolega nya di DPRD Banten.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 18 Des 2015, 09:16 WIB
Diterbitkan 18 Des 2015, 09:16 WIB
20151215-Usut Suap Bank Banten, KPK Panggil Ketua DPRD -Jakarta
Ketua DPRD Banten, Asep Rahmatullah menunggu di lobi gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/12). Asep akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap Wakil Ketua DPRD Banten SM Hartono dan Anggota DPRD Banten Tri Satriya Santosa. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah menantang KPK dan PPATK untuk mengecek rekeningnya. Apakah terdapat aliran dana dari Direktur Utama PT Banten Global Development (BGD) Ricky Tampinongkol yang tersandung kasus suap dan pemerasan dalam izin pendirian Bank Banten.

"Itu kan bisa dicek PPATK, rekening saya kan dicatat juga oleh KPK," kata Ketua DPRD Banten Asep Rahmatullah, Jumat (18/12/2015).

Asep menegaskan, tak pernah menerima aliran dana baik dari Ricky Tampinongkol maupun 2 koleganya di DPRD Banten, Tri Satrya Santosa dan Sri Mulya (SM) Hartono yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

"Nanti kan tinggal dicek aliran dananya, pengirimnya siapa," ujar dia.


Kasus ini terkuak setelah KPK menangkap 2 anggota DPRD Banten Tri Satria dan MH Hartono tengah transaksi suap bersama pengusaha Ricky Tampinongkol di salah satu restoran di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, pada 1 Desember 2015.

Dalam suap pembentukan Bank Pembangunan Daerah Banten ini, KPK juga turut mengamankan barang bukti berupa uang dalam jumlah US$ 11 ribu dan Rp 60 juta.

Dari hasil pemeriksaan, penyidik kemudian menetapkan ketiganya sebagai tersangka. Hartono dan Tri sebagai tersangka penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau 11 Undang-Undang 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Ricky selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat 1 a atau b atau 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya