Dirut BGD Tertangkap, Bagaimana Nasib Pendirian Bank Banten?

Gubernur Banten, Rano Karno menegaskan selama perda masih ada maka pendirian bank banten mesti terwujud.

oleh Yandhi Deslatama diperbarui 02 Des 2015, 21:02 WIB
Diterbitkan 02 Des 2015, 21:02 WIB
Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Liputan6.com, Jakarta - DPRD Provinsi Banten berencana memberhentikan pendirian Bank Banten pasca terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua anggota lembaga legislatif dan Direktur Utama PT Banten Global Development (BGD).

"Saya sebagai ketua DPRD, akan memberhentikan pembentukan Bank Banten," kata Ketua DPRD Banten, Asep Rahmatullah, sata ditemui di Serang, Rabu (2/12/2015).

Hal ini berbeda dengan Gubernur Banten, Rano Karno. Ia menyatakan akan tetap melanjutkan pendirian bank daerah tersebut.

"Pasti pengaruh terhadap pembentukan Bank Banten, karena yang akan membentuk Bank Banten itu BGD. Pasti akan mundur. Kalau secara Perda harus diselesaikan," kata Rano.

Dirinya bercerita yang berkeinginan mendirikan Bank Banten bukan dirinya pribadi, namun berdasarkan amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemprov Banten tahun 2012-2017.

"Siapapun Gubernur nya harus mewujudkan ini (Bank Banten). Selama Perda masih ada, pendirian Bank Banten harus terwujud. BGD di perintahkan Pemprov Banten untuk membentuk Bank Banten, siapa pun direkturnya," tegas Rano.

Sebelumnya KPK menetapkan Sri Mulya (SM) Hartono Wakil Ketua DPRD Banten, FL Tri Satriya Santosa Ketua Harian Badan Anggaran (Banggar) DPRD Banten, dan Ricky Tampinongkol Dirut PT BGD, sebagai tersangka kasus suap Perda pendirian Bank Banten.

Kedua legislator tersebut diduga sebagai pihak penerima suap dari Ricky Tampinongkol sebesar US$ 11 ribu dalam pecahan $100 dan Rp 60 juta untuk memuluskan pengesahan RAPBD Banten tahun 2016. Kepada kedua legislator, KPK menjeratnya dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Ricky Tampinongkol, selaku pemberi suap, diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b, atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. (Yandhi D/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya