MA Belum Dapat Informasi Soal Pencegahan Nurhadi oleh Imigrasi

MA belum mendapatkan informasi resmi dari KPK terkait perkara yang menyebabkan ruang kerja dan rumah Nurhadi digeledah.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 22 Apr 2016, 13:26 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2016, 13:26 WIB
Mahkamah Agung menggelar jumpa pers
Mahkamah Agung menggelar jumpa pers (Liputan6.com/ Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah ruang kerja dan rumah pribadi Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Penggeledahan diduga dilakukan terkait suap permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Namun hingga saat ini, pihak MA belum mendapatkan informasi resmi dari KPK terkait perkara yang menyebabkan ruang kerja dan rumah Nurhadi digeledah. MA hanya mendapatkan informasi adanya OTT KPK terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan penggeledahan di ruang kerja dan rumah Nurhadi.

"Masalah perkaranya belum jelas yang dilakukan KPK. Kami belum dapat info apakah perkara perdata atau pidana," ucap Juru Bicara MA Suhadi di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (22/4/2016).

Suhadi menjelaskan, MA juga belum mengetahui apa saja yang diamankan KPK dalam penggeledahan tersebut. "‎Tentang apa yang digeledah dan apa yang diambil belum jelas. Yang jelas tidak ada berkas perkara," tandas dia.

Terkait pencegahan yang dilakukan Dirjen Imigrasi kepada Nurhadi, MA mengaku belum mendapat pemberitahuan resmi. Bahkan hingga saat ini, Nurhadi masih aktif bekerja di MA.

"‎Pak Nurhadi kita belum tahu, belum ada pemberitahuan dari KPK apakah dia kapasitasnya sebagai saksi atau tersangka. Dia masih aktif kerja. Kemarin melantik kok. Tapi nggak tahu hari ini, saya belum ketemu," pungkas Suhadi.

Tim Satgas KPK menangkap Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat‎ Edy Nasution dan seseorang bernama Doddy Adi Supeno di sebuah hotel kawasan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Keduanya ditangkap karena diduga terlibat suap.

Ketua KPK Agus Raharjo mengatakan, di sana mereka terlibat serah terima uang sebanyak Rp 50 juta yang diduga suap. Uang itu ditaruh di tas kertas. ‎Uang sebanyak itu diuga sebagai pelicin dari Doddy kepada Edy. Tujuannya terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya