Liputan6.com, Jakarta - Beberapa bulan terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap hakim di berbagai daerah. Terakhir, KPK menangkap tangan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba.
Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, kondisi ini terjadi karena banyak faktor. Peran penting hakim dalam menentukan putusan atas sebuah perkara membuat godaan yang diterima pun tidak sedikit.
"Begitu (hakim) mengetok palu, dinyatakan orang menang atau kalah. Oleh karena itu, banyak yang pengaruhi hakim, panitera, atau aparatur lainnya," ujar Suhadi di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (25/5/2016).
Baca Juga
MA juga mengalami kesulitan dalam mengawasi para hakim di seluruh Indonesia. Kemajuan teknologi yang memudahkan mereka berkomunikasi pun jadi kendala.
"Teknologi yang canggih sekarang ini, hubungan dengan telepon tidak bisa diketahui orang. Kecuali pertemuan di rumah atau di kantor, itu bisa diketahui," jelas dia.
Akibatnya, berbagai kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan hakim baru terlihat setelah ada penangkapan. Dari situ, baru terlihat barang bukti yang dihadirkan menunjukkan ada tindak korupsi.
"Baru ketahuan setelah KPK menangkap dan menunjukkan ada dialog (komunikasi yang jadi bukti)," pungkas Suhadi.