Hari Tanpa Tembakau, Pedagang Rokok Gelar Aksi

Koordinator aksi menilai, menjadi imbasnya antitembakau adalah pedagang yang menggantungkan hidup dari berjualan rokok.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 31 Mei 2016, 11:05 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2016, 11:05 WIB
Demo peringatan Hari Antitembakau Sedunia di Patung Kuda,Thamrin, Jakarta
Demo peringatan Hari Antitembakau Sedunia di Patung Kuda,Thamrin, Jakarta (Liputan6.com/ Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta - Hari Tanpa Tembakau Sedunia diperingati setiap 31 Mei. Biasanya, hari tersebut diperingati dengan cara tidak merokok selama sehari penuh.

Namun, aksi berbeda ditunjukkan para pedagang asongan di Patung Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda, Jalan Thamrin, Jakarta. Mereka menyurukan tagar #terimakasihtembakau.

Aksi yang diikuti 20 pedagang asongan ini dilakukan untuk menentang Hari Tanpa Tembakau. Mereka kompak mengenakan kaos biru muda dengan bertuliskan tagar yang mereka serukan. Tak lupa dagangan berupa rokok mereka bawa juga dalam aksi itu.

Koordinator aksi, Jibal Windiaz mengatakan, aksi ini dilakukan untuk mengingatkan kepada masyarakat bahwa ada masalah besar kalau rokok benar-benar dilarang di Indonesia. Yang menjadi imbas adalah pedagang yang menggantungkan hidup dari berjualan rokok.

"Pedagang asongan ini mulai terancam dengan adanya kawasan dilarang merokok. Mereka malah tidak boleh dagang di terminal. Itu kan ancaman," kata Jibal di Patung Kuda, Jakarta, Selasa (31/5/2016).

Bagi Jibal, keberadaan pedagang rokok tidak bisa dianggap sebelah mata. Mereka juga warga yang berhak mendapat kesejahteraan dari usaha yang mereka jalankan sehari-hari. Karena itu, peringatan hari antitembakau ini dirasa kurang tepat.

"Sementara kretek, tembakau, kita banyak. Kretek serapannya, belum rempah-rempah, petani cengkehnya. Kalau di tengahnya buruh, distributor pabrikan kecil juga banyak," imbuh dia.

Menurut dia, kampanye tentang bahaya rokok juga tidak bisa disamaratakan. Bagi mereka yang sudah dewasa juga tidak elok juga kalau harus dilarang karena mereka sudah bisa menentukan jalan hidupnya sendiri.

"Mbahku di kampung fine-fine aja. Perkaranya bukan merokok atau atau tidak, sehat atau tidak. Persoalan pilihan bebas, kami memilih karena kami sudah dewasa. Kami juga tidak setuju ada anak di bawah 18 tahun merokok. Tapi kenapa selalu rokok yang dipojokkan dan dianggap biang kerok?" jelas dia.

"Kami hadir untuk membuat melek banyak orang, bahwa di sektor hilir ada asongan. Hastag ini dibuat untuk apresiasi terhadap tembakau. Kami anggap tembakau ini anugerah buat Indonesia," tutur Jibal.

Sementara, pedagang asongan yang ikut dalam aksi, Karim mengatakan, sengaja ikut aksi ini karena merasakan betul bagaimana sulitnya berjualan rokok saat ini. Penghasilannya terus menurun karena kebijakan pemerintah yang terus meningkatkan harga cukai rokok.

"Makin sepi sejak rokok pada naik harganya. Paling sekarang sehari bisa bawa pulang Rp 80.000," kata Karim.

Dia juga bingung harus beralih ke mana. Berjualan yang mudah seperti asongan saja kerap diusir apalagi jualan lain yang membutuhkan tempat khusus.

"Tahu sendiri sekarang susah. Sekarang digusur semua. Dagang aja enggak boleh, rakyat gimana," keluh Karim.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya