Liputan6.com, Jakarta - Dua hakim Pengadilan Negeri Bengkulu Janner Purba dan Toton, serta seorang panitera bernama Badaruddin ‎Ansori Bachsin harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai diduga menerima suap dari pihak berperkara.
Mereka dijanjikan Rp 1 miliar dari Syafri Syafii dan Edi Santroni, terdakwa perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu.
KPK pun mengagendakan pemeriksaan terhadap Ketua Pengadilan Negeri Bengkulu Encep Yuliadi. Encep akan digali keterangannya terkait kelakuan nakal ketiga anak buahnya itu.
Encep yang memenuhi panggilan KPK, Kamis (2/7/2016) itu tak berkomentar apa-apa. Tiba di Gedung KPK, sekitar pukul 10.30 WIB itu 'nyelonong' masuk ke dalam lobi KPK. Pertanyaan yang dilontarkan seputar kasus tak dijawabnya.
Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati mengatakan, Encep akan dikorek keterangan sebagai saksi untuk tersangka Edi Santroni. "Yang bersangkutan jadi saksi untuk tersangka ES," ujar Yuyuk.
Baca Juga
Ditengarai kuat, Encep diperiksa lantaran mengetahui kasus ini. Namun, tidak diketahui apa yang akan penyidik KPK gali dari keterangan Encep.
Selain Encep, hakim PN Bengkulu, Siti Insirah juga dijadwalkan diperiksa KPK. Siti merupakan anggota majelis hakim yang bersama Janner dan Toton menyidangkan perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus.
Kemudian ada juga Nurman Soehardi dari wiraswasta, Zailani Syihab yang merupakan panitera PN Tipikor Bengkulu, dan PNS UPP Kabupaten Bengkulu Tengah Febi Irwansyah.
"Mereka juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ES," ujar Yuyuk.
Untuk informasi, KPK menetapkan 5 orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengamanan sidang perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Penetapan ini merupakan hasil operasi tangkap tangan Tim Satgas KPK di Bengkulu, Senin 23 Mei 2016 sore.
Mereka adalah hakim tindak pidana korupsi (tipikor) sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, hakim adhoc tipikor PN Bengkulu Toton, dan Panitera PN Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
Lalu ada mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.
Janner, Toton, serta Badaruddin diduga menerima uang Rp 650 juta dari Syafri dan Edi‎. Uang Rp 650 juta itu bagian dari Rp 1 miliar yang dijanjikan Syafri dan Edi kepada Janner, Toton, dan Badaruddin. Diduga uang sebanyak itu merupakan 'pelicin' agar Syafri dan Edi dapat divonis bebas dalam perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr M Yunus.
Atas perbuatannya, Janner dan Toton sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Advertisement
Sementara Badaruddin alias Billy yang juga menjadi penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Syafri dan Edi selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.