Kadis Pemakaman DKI: Sulit Mendeteksi Nisan Fiktif di Karet Bivak

Kepala TPU Karet Bivak Saimin mengungkapkan ada 47.692 petak makam di sana dan menurut data semuanya terisi penuh.

oleh Audrey Santoso diperbarui 11 Jun 2016, 05:32 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2016, 05:32 WIB
20160529- Warga Mulai Ziarah ke Makam Keluarga-Jakarta- Yoppy Renato
Warga menziarahi makam keluarganya di TPU Karet Bivak, Jakarta, Minggu (29/5/2016). Sudah menjadi tradisi, warga Jakarta menziarahi makam keluarga menjelang Ramadan. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja atau Ahok menyatakan terdapat nisan fiktif di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak. Petak makam sengaja dipasangi nisan agar seolah-olah sudah terisi jasad, padahal petak tersebut telah dipesan dengan harga yang mahal.

Namun, Kepala Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Pusat Muhammad Yuswardi mengaku kesulitan untuk melacak keberadaan nisan fiktif tersebut.

"Ada ribuan makam di sini. Kita susah mendeteksi mana yang kosong dan nggak. Masa yang sudah ada nisannya kita gali lagi satu per satu," ujar Yuswardi di Kantor Pengelola TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (10/6/2016).

Dia menjelaskan, pihaknya hanya bisa mendata makam-makam yang sudah berstatus kedaluarsa, yaitu yang sewa tanahnya yang berlaku pertiga tahun sudah tak lagi diperpanjang ahli waris atau keluarga.

"Jadi jenazah lama disatukan kerangkanya kemudian ditaruh di pojok liang lahat, tutup tanah dan tumpuk jenazah baru," kata Yuswardi.

Senada dengan itu, Kepala TPU Karet Bivak Saimin mengungkapkan ada 47.692 petak makam di sana dan menurut data semuanya terisi penuh. Sehingga jenazah baru hanya bisa dikuburkan di petak makam yang sudah berstatus kedaluarsa sewanya.

"Retribusi pertiga tahunnya berbeda. Kalau yang Blad A1 ada yang Rp 100 ribu, Blad A2 ada yang Rp 80 ribu, ada juga yang Rp 60 ribu hingga yang tidak dipungut biaya sepeser pun karena diperuntukkan bagi gakin (warga miskin)," jelas Saimin.

Saat ini, Pemprov DKI sedang berupaya menerapkan sistem yang dapat melacak praktik pungutan liar oleh oknum alias mafia di Dinas Pertamanan dan Pemakaman.

"Kita sudah ada sistemnya. Nanti kelihatan, siapa yang minta. Ya hampir kayak ngurus kamar ranjang rumah sakitlah," ujar Ahok.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya