Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso melaporkan hakim Binsar Gultom ke Komisi Yudisial (KY). Anggota majelis hakim sidang kasus kopi sianida itu dianggap telah melanggar beberapa kode etik kehakiman.
Atas dugaan itu, tim kuasa hukum Jessica meminta KY memeriksa hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu.
Salah satu pengacara Jessica, Hidayat Boestam mengatakan, pelanggaran-pelanggaran etik kehakiman itu dinilai dari tingkah hakim Binsar Gultom selama persidangan. Menurut tim hukum Jessica, Hakim Binsar cenderung menyudutkan terdakwa dengan pernyataan dan gaya bicara yang menekan.Â
Advertisement
Baca Juga
"(Pelanggarannya) antara lain berbicara kasar dan menghina penasehat hukum, mengarahkan saksi-saksi, melanggar hukum acara, menyatakan pendapat secara terbuka tentang fakta persidangan yang sedang berjalan sehingga dapat merugikan klien kami, Jessica Kumala Wongso," ujar Boestam di Komisi Yudisial, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis 11 Agustus 2016.
Berikut beberapa pernyataan hakim Binsar Gultom yang dinilai merugikan kubu Jessica Wongso yang dihimpun Liputan6.com:
Menekan Terdakwa
Pada sidang ke-8 kasus kopi maut Wayan Mirna Salihin, Rabu 27 Juli 2016, majelis hakim memanggil sejumlah saksi baru. Majelis hakim meminta para saksi untuk memeragakan (rekonstruksi) peristiwa hingga dua kali.
Rekonstruksi ini membuat suasana persidangan mirip dengan kondisi Kafe Olivier saat Mirna meregang nyawa. Sebab, rekonstruksi menggunakan barang-barang milik Olivier yang disita dan dijadikan barang bukti.
Dalam sidang ini, Hakim Binsar dengan tegas meminta terdakwa Jessica Kumala Wongso berbicara sejujur-jujurnya, tanpa ada yang direkayasa maupun disembunyikan.
"Saudari terdakwa, katakan dengan jujur. Jangan berbohong meskipun saudara tidak disumpah. Kita tahu jika saudara berbohong, Tuhan juga tahu. Tidak ada versi lain selain di sini (pengadilan)," ucap Hakim Binsar, Rabu 27 Juli 2016 malam.
Advertisement
Berdebat dengan Kuasa Hukum
Pada persidangan Rabu, 3 Agustus 2016, Hakim Binsar sempat menanyakan reaksi sianida bila mengenai kulit kepada ahli toksikologi dari Labfor Polri Kombes Nursamran Subandi.
Di tengah proses tanya jawab tersebut, hakim dan pengacara terdakwa Jessica terlibat perdebatan sengit.
Mulanya, hakim Binsar menanyakan reaksi sianida bila mengenai kulit tangan. Lalu, Nursamran menjawab sianida yang terkontaminasi dengan kulit manusia akan menimbulkan rasa panas atau melepuh.
"Terasa melepuh, panas," kata Nursamran Subandi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran.
Binsar berupaya mempertegas keterangan ahli toksikologi tersebut dengan menayangkan CCTV Kafe Olivier, di mana Jessica kedapatan menggaruk tangan saat Mirna terjatuh usai menyeruput es kopi Vietnam.
Tetapi, upaya itu ditentang oleh pengacara Jessica, Otto Hasibuan.
"Yang Mulia, ini kan ahli, bukan saksi fakta," ujar Otto.
"Kenapa takut?" tanya Binsar.
"Bukan takut, tapi aturannya..." sanggah Otto.
"Sabar saja penasihat hukum, tidak ada masalah," kata Binsar sambil melihat tayangan CCTV di layar persidangan.
Dari layar terlihat bagaimana Jessica menggaruk tangannya. "Apakah itu akibat daripada serbukan atau bagaimana," tanya Binsar.
"Saya ini scientist, saya ini polisi. Saya katakan yang benar itu benar, yang salah adalah salah. Tapi saya tidak bisa katakan gatal karena itu (sianida), karena dia menggaruk, tidak bisa dikatakan (sebabnya) itu semata," ucap Nursamran.
Menurut Nursamran, rasa sianida di tangan selain gatal juga pedas. Untuk menghilangkan gatal tersebut, maka bagian tubuh yang terkena sianida harus segera dicuci.
Menyimpulkan Fakta dengan Opini
Ucapan lain yang dinilai melukai batin terdakwa Jessica Wongso adalah saat Hakim Binsar menyama-nyamakan kasus kopi sianida dengan kasus pembunuhan di Jasinga, Bogor, di mana terdakwa dipidana mati walau tanpa saksi mata.
"Salah satu contoh pembunuhan anak 12 tahun di Jasinga, Bogor, yang kami hukum seumur hidup. Tidak ada yang melihat pembunuhan itu karena hanya ada terdakwa sendiri. Akhirnya kami hukum seumur hidup. Ini (perkara Jessica) apakah akan seperti itu nanti?" kata salah satu kuasa hukum Jessica, Hidayat Boestam, menirukan ucapan Hakim Binsar saat itu.
Seharunya, kata Boestam, seorang hakim tidak boleh mencampuradukkan fakta dengan opini pribadi. Terlebih jika pendapatnya itu bersumber dari peristiwa-peristiwa yang tidak berkaitan dengan persidangan.
"Hakim jangan memberikan suatu kesimpulan atau pendapat. Dia menggali. Persidangan dari perdana sampai kemarin kita berhak, hakim majelis dan hakim yang lain itu, JPU ada gilirannya, ada waktu bertanya," kata Boestam di Komisi Yudisial, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis 11 Agustus 2016.
Menurut kuasa hukum Jessica lainnya, Otto Hasibuan, akibat perkataan Binsar itu, kondisi kesehatan kliennya, Jessica Wongso menurun. Apapun gerak-gerik kliennya tersebut menjadi semakin disorot publik dan serba salah.
"Itu yang membuat dia shock, dia sakit, stres. Jadi kan kasihan. Sekarang kalau Jessica ketawa dibilang berdarah dingin, Jessica menangis dibilang takut," keluh Otto.
Menanggapi pengaduan kuasa hukum Jessica Wongso, Hakim Binsar tak mau ambil pusing. Menurut dia, pengaduan ini justru akan berbalik merugikan mereka sendiri karena seolah menunjukkan rasa takut Jessica.
"Tidak usah diambil hati. Tidak usah dikomentari. Saya tidak apa-apa dikatakan seperti itu, hak mereka sebagai kuasa hukum," ujar Binsar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus 2016. (Winda Prisilia)
Advertisement