KPK Periksa Bos Perusahaan Terkait Korupsi Gubernur Nur Alam

PT Billy Indonesia merupakan perusahaan tambang nikel yang menambang di Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Selatan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 01 Sep 2016, 15:08 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 15:08 WIB
Ilustrasi KPK
Ilustrasi KPK (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pemilik PT Billy Indonesia, Emi Sukiati Lasimon. Pemeriksaannya terkait kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).

"Yang bersangkutan hari ini dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka NA (Nur Alam)," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Emi diperiksa KPK lantaran diduga kuat mengetahui banyak permasalahan SK IUP yang dikeluarkan oleh Nur Alam selaku Gubernur Sultra. Apalagi, nama Emi kini tercatat di Ditjen Imigrasi Kemenkumham sebagai orang yang dicegah berpergian ke luar negeri terkait kasus ini.

PT Billy Indonesia merupakan perusahaan tambang nikel yang melakukan penambangan di Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Selatan, Sultra. Tempat di mana PT AHB juga melakukan kegiatan penambangan nikel.

Hasil tambang nikel PT Billy Indonesia tersebut sering dibeli oleh Richcorp International Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Perusahaan yang bergerak di bisnis tambang tersebut kemudian diduga mengirim uang sebesar US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 60 miliar kepada Nur Alam selaku Gubernur Sultra.

KPK menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan surat keputusan (SK) terkait izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra. Diduga, Gubernur Sultra 2008-2013 dan 2013-2018 itu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerbitkan SK yang tidak sesuai aturan perundang-perundangan yang berlaku.

Nur Alam selaku Gubernur Sultra dari tahun 2009 sampai 2014 mengeluarkan tiga SK kepada PT AHB. Yakni, SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, SK Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi. Diduga ada kickback atau imbal jasa yang diterima Nur Alam dalam memberikan tiga SK tersebut.‎

PT AHB merupakan perusahaan tambang yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.‎‎ Perusahaan tersebut melakukan kegiatan penambangan di bekas lahan konsensi PT Inco.

Atas perbuatannya, KPK menjerat Nur Alam dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Nur Alam telah dicegah berpergian ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi Kemenkumham atas permintaan KPK. Pencegahan dilakukan selama enam bulan ke depan sejak 22 Agustus 2016 demi kepentingan penyidikan.

Selain Nur Alam, KPK juga mencegah tiga orang lainnya. Yakni Direktur PT Billy Indonesia Widi Aswindi, Pemilik PT Billy Indonesia Emi Sukiati Lasimon, dan Kepala Dinas (Kadis) Pertambangan dan Energi Pemprov Sultra Burhanuddin. Mereka juga dicegah bepergian ke luar negeri untuk enam bulan ke depan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya