Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menggerebek sebuah klinik kecantikan di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Klinik tersebut diduga beroperasi secara ilegal alias tanpa izin.
"Ternyata tidak ada izin usaha untuk praktik klinik kecantikannya. Dia berdiri dari tahun 2000, baru 2003," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Sang pemilik klinik, bernisial M pun diangkut penyidik ke Bareskrim Mabes Polri. M yang mengaku bergelar profesor itu dijadikan tersangka."Pemilik klinik ini profesornya enggak jelas. Ini merupakan daya tarik atau tipu muslihat supaya orang tertarik ke situ. Profesornya seperti apa dari perguruan tinggi di Universitas Singapura ini enggak jelas, sudah dicek," ucap Ari.
Advertisement
Dia menjelaskan klinik tersebut memiliki empat dokter guna menutupi klinik kecantikan yang tidak berizin.
"Ada empat dokter spesialis yang dulunya praktek di situ, ada spesialis gigi spesialis bedah, kulit. Mungkin untuk memompa supaya klinik kecantikan ini supaya lebih maju lagi," kata dia.
Ari menambahkan, M memulai bisnisnya sejak tahun 2000-an. Di kliniknya, M menawarkan berbagai macam perawatan kecantikan, mulai dari memutihkan kulit, memancungkan hidung, hingga sedot lemak. Tarif yang dipatok tersangka untuk sekali perawatan kecantikan mencapai puluhan juta rupiah.
"Daftar harga untuk perawatan banyak sekali, untuk hidung Rp 9,5 juta, kemudian dagu belah Rp 9,5 juta, untuk kantong mata Rp 11 juta, memperkecil perut atau sedot lemak punggung dan sebagainya Rp 40 sampai Rp 70 juta. Paling mahal sedot lemak," terang Ari.
Dari hasil pemeriksaan, lanjut Ari, satu hari rata-rata klinik ini melayani 15 pasien. Obat-obat yang dipakai juga tidak ada izin.
"Kalau ada izin dari BPOM dan Menteri Kesehatan maka pasti ada kontrol. Sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi," ujar Ari.
Dari hasil penggeledahan, polisi menyita barang bukti berupa 30 jenis produk kecantikan yang diduga ilegal.
Atas kasus tersebut, tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Pertama pasal 197 jo pasal 106 ayat (1) Undang-Undang tentang Kesehatan, pasal 62 ayat (1) jo pasal 8 ayat (1) Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan pasal 80 ayat (1) jo pasal 42 Undang-Undang tentang Praktek Kedokteran dengan ancaman maksimal 15 tahun dan denda Rp 2 miliar.