6 'Tangkisan' Jaksa atas Nota Pembelaan Jessica

Jaksa Maylany menutup dua kesimpulan replik JPU dengan mengutip pernyataan Presiden ke-16 Amerika Serikat, Abraham Lincoln.

oleh Nanda Perdana PutraMuhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 18 Okt 2016, 11:44 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2016, 11:44 WIB
20161005- Jessica Kumala Wongso Jalani Sidang Tuntutan-Jakarta- Helmi Afandi
Suasana sidang pembacaan tuntutan oleh JPU dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/10). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) telah menyampaikan replik atau jawaban atas tangkisan terdakwa Jessica Kumala Wongso, terkait pleidoi atau nota pembelaan terdakwa dalam sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin.

Replik jaksa tersebut disampaikan pada sidang ke-29 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin kemarin 17 Oktober 2016. Secara keseluruhan replik JPU dapat disimpulkan menolak pleidoi Jessica.

Liputan6.com, Selasa (18/10/2016), menghimpun ada enam poin penting dalam replik JPU selama persidangan ke-20 itu. Berikut enam poin replik jaksa:

Pleidoi 'Berbelit'

JPU menilai pleidoi Jessica 'berbelit'. Penilaian itu datang dari Jaksa Ardito Muwardi saat mengomentari berkas pleidoi Jessica yang berjumlah 4.000 lembar. Penilaian itu diutarakan usai pengacara Jessica membacakan pleidoi pada sidang ke-29, Kamis, 13 Oktober 2016.

Ardito mengklaim pihaknya sudah menangkap materi pleidoi yang dibacakan sejak persidangan ke-28. Namun, kubu Jessica terus mengulang-ulang materinya, sehingga tak cukup waktu persidangan dalam sehari.

"Sebenarnya materi pleidoi sudah dijelaskan oleh ketua tim (Otto) di awal kemarin. Kemudian dibacakan lagi, jadi panjang sampai memakan waktu dua hari. Kesimpulannya juga baru tadi," ucap Ardito.

Tahanan Jessica Mewah

JPU menilai tahanan Jessica mewah. Hal itu menyusul pernyataan Jessica yang mempersoalkan sel tahanan di Polda Metro Jaya yang dinilainya tidak layak dan tidak manusiawi.

"Ruang tersebut termasuk mewah untuk seorang tahanan," kata Jaksa Maylany Wuwung dalam replik yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Kisworo itu.

Justru, kata Maylany, pihaknya mempertanyakan sikap Jessica yang kerap mempertanyakan fasilitas tahanan yang dinilainya tidak layak itu.

"Lalu apa yang terdakwa harapkan, kasur empuk, TV kabel, atau air hangat untuk membasuh terdakwa saat lelah?" ujar jaksa.

"Adalah konsekuensi logis dari seorang tahanan dan fasilitas yang didapatkan sudah lebih," Maylany menambahkan.

Jessica Bersandiwara

JPU menganggap Jessica dan pengacaranya bersandiwara saat sidang pembacaan pleidoi sebelumnya. Pleidoi Jessica dianggap berisi kebohongan-kebohangan.

"Dari kejadian itu (kebohongan-kebohongan penasihat hukum Jessica) kami merenung. Apakah kebohongan itu menular. Mungkin terdakwa yang menularinya," kata Maylany.

Tangisan Jessica

Tangisan Jessica

Jaksa Maylany berasumsi tangisan terdakwa Jessica saat membacakan pleidoi, disebabkan rasa takut jelang sidang putusan. Kendati, dia menyatakan hanya Tuhan dan Jessica yang mengetahui hal tersebut.

"Apakah karena terdakwa takut dihukum? Atau karena dia sedih ditinggal Mirna?" tutur Maylany.

Padahal, kata Maylany, kejadian seperti itu tidak pernah terjadi dalam rentetan persidangan yang telah bergulir hingga puluhan kali itu. Malah tangisan Jessica baru terjadi menjelang sidang putusan.

"Padahal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Tangisan ini dilakukan sebelum vonis," jelas dia.

Menurut Maylany, yang dialami Jessica tidaklah sebanding dengan penderitaan Wayan Mirna Salihin dan keluarga yang ditinggalkan.

"Apa terdakwa tidak berpikir penderitaan korban Mirna saat meminum es kopi Vietnam? Meregang nyawa sampai mengembuskan napas terakhirnya," ungkap salah satu JPU, Maylany.

Maylany menyebutkan bagaimana sulitnya keluarga Mirna menerima kematian Mirna. Terlebih sang suami, Arief Soemarko, yang belum genap sebulan menikah.

"Yang merindukan sosok hangat dari korban, keceriaan, dan mengharapkan keturunan," kata dia.

Maylany pun mengingatkan pada Jessica, sampai kapan pun, tidak akan ada lagi terlihat luapan perasaan dari Mirna di tengah-tengah keluarganya. Sementara, Jessica masih bisa menikmati semua itu.

"Tampak sangat kecil empati terdakwa terhadap korban," ujar dia.

Menurut Maylany, segala curahan hati Jessica hanyalah sajian drama. Tontonan itu juga dianggap tidak mendidik secara hukum.

"Apakah ini murni ketidaktahuan atau kesengajaan yang di-setting?" pungkas Maylany.

Pleidoi Tak Berdasar

Pleidoi Tak Berdasar

Dalam replik setebal 60 lembar itu, Maylany menyatakan pleidoi Jessica tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan tuntutan JPU.

"Pleidoi terdakwa haruslah dikesampingkan. Selain itu, uraian-uraian pleidoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat menggugurkan surat tuntutan penuntut umum," tutur dia.

Karena itu, JPU memohon agar majelis hakim dapat menolak seluruh pleidoi Jessica dan penasihat hukumnya. Dia juga membacakan dua kesimpulan replik yang disusun oleh JPU itu.

"‎Penuntut umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan menghadiri perkara ini untuk, pertama, menolak semua pleidoi dari penasihat hukum atau pun dari terdakwa Jessica Kumala Wongso. Kedua, menjatuhkan putusan sebagaimana tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Rabu tanggal 5 Oktober 2016," papar Maylany.

Cari Simpati

JPU juga menilai Jessica dan pengacaranya Otto Hasibuan bersama timnya dinilai hanya mencari simpati publik, dalam membela kliennya.

"Kuasa hukum telah berlaku seakan-akan orang awam, bukan sebagai pengacara yang paham betul tentang hukum. Tidak mencerminkan contoh advokat yang memahami hukum sama sekali," tutur Maylany.

Maylany menutup dua kesimpulan replik JPU dengan mengutip pernyataan Presiden ke-16 Amerika Serikat, Abraham Lincoln.

"Bisa saja Anda sering membohongi orang, bahkan sebagian lagi bisa Anda bohongi. Akan tetapi Anda tidak bisa membohongi semua orang," pungkas Maylany.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya