Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama telah memberikan sanksi kepada 90 aparatur sipil negara (ASN) karena terlibat pungutan liar (pungli) di Kantor Urusan Agama dan Madrasah selama 2015 hingga 2016.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Agama M. Jasin mengatakan dari 90 ASN yang terbukti melakukan Pungli, 60 ASN berdinas di Kantor urusan Agama (KUA), empat di antaranya diberhentikan, sedangkan 30 lainnya terlibat di madrasah.
"Yang memprihatinkan, empat ASN KUA kita beri hukuman berat berupa pemberhentian dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri," ujar Jasin di Jakarta, Selasa, 22 November 2016.
Advertisement
Jasin mengatakan seluruh ASN yang terlibat pungli, mendapatkan sanksi dalam kategori yang berbeda-beda. Sanksi itu mencakup ringan, sedang, dan berat. Sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis.
Untuk sanksi ringan, menurut Jasin diberikan kepada 22 ASN di KUA dan 20 ASN lainnya terkait dengan pungli di madrasah.
Sementara, untuk sanksi sedang, yaitu berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun, penundaan kenaikan pangkat selama 1 tahun, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
"Sanksi tersebut diberikan kepada 21 ASN KUA dan lima ASN Madrasah," ucap Jasin seperti dilansir dari Antara.
Sedangkan sanksi berat, yaitu berupa penurunan pangkat lebih rendah selama 3 tahun. Sanksi itu diberikan kepada empat ASN KUA dan tiga ASN Madrasah. Sedangkan pembebasan dari jabatan diberikan kepada sembilan ASN KUA dan dua ASN Madrasah.
Jasin menjelaskan, demi memberantas praktik Pungli di Kementerian Agama, pihaknya telah melakukan audit. Menurut dia, audit dilakukan atas aduan masyarakat tentang penyimpangan oknum KUA.
Pungli Jasa Penghulu dan Baju Seragam
Beberapa contoh pengaduan masyarakat yaitu terkait pemberian jasa pencatatan nikah. Menurut Jasin, jika pernikahan digelar di KUA tidak dikenakan biaya alias gratis. Namun, unutk pernikahan yang di gelar di luar kantor, calon pengantin harus menyetor Rp600 ribu ke bank, hingga mendapatkan kuitansi untuk diserahkan kepada penghulu.
"Praktiknya, uang Rp600 ribu itu dititipkan kepada oknum KUA untuk disetor ke bank. Akan tetapi, tidak dilakukan. Peristiwa nikahnya tetap berjalan di rumah, administrasinya dibuat seakan pernikahan dilakukan di kantor," ujar Jasin.
Sementara itu, Itjen menemukan sejumlah modus pungli di madrasah, salah satunya penggunaan dana komite yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Selain itu ada juga Pungli berupa Penggunaan dana komite berupa honorarium ASN yang bersifat rutin, seperti uang transpor, uang lelah, hingga insentif rutin pelaksanaan kegiatan yang masih dalam tugas dan fungsinya.
Modus lainnya, menurut Jasin, adalah penggelembungan (mark up) uang seragam. Itjen menemukan ada oknum madrasah yang menaikkan harga seragam lebih dari dua kali lipat dari harga seharusnya.