Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya tak main-main dalam mengusut kasus dugaan makar yang menyeret sejumlah aktivis dan tokoh nasional. Polisi bahkan akan terus menggali bukti-bukti terkait adanya perencanaan makar tersebut, sekalipun upaya itu sulit.
Sejauh ini, polisi telah melakukan berbagai cara untuk mengungkap kasus dugaan makar tersebut. Salah satunya dengan memeriksa puluhan saksi dari berbagai kalangan serta bukti-bukti untuk melengkapi berkas penyidikan dugaan makar.
"Itu kan dari cara bertindak kepolisian, untuk menyelidiki suatu permasalahan (makar), semua kita lakukan sampai lubang tikus pun kita cari," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di kantornya, Jakarta, Selasa (10/1/2017).
Advertisement
Argo memastikan, polisi tidak sembrono dalam menjerat sejumlah orang sebagai tersangka dugaan makar. Polisi memiliki bukti permulaan yang cukup kuat untuk menersangkakan mereka. Salah satunya dengan memantau aktivitas mereka jauh sebelum penangkapan.
Argo juga tak mempermasalahkan banyak pihak yang berpendapat lain terhadap kepolisian. Polisi meminta semua pihak menahan diri dan menghormati proses hukum yang berlangsung. Terkait perkara ini, polisi siap melakukan pembuktian di persidangan.
"(Pertemuannya) banyak, sudah puluhan kali. Sudah berlangsung sejak sebulan (sebelum aksi ditangkap). Nanti di pengadilan disampaikan, kita buktikan," tandas Argo.
Seperti diketahui, sebanyak 11 aktivis dan tokoh nasional ditangkap secara hampir bersamaan di lokasi berbeda pada Jumat pagi 2 Desember 2016 lalu. Penangkapan dilakukan sesaat sebelum aksi super damai 212 di Monas, Jakarta Pusat dimulai. Para aktivis dan tokoh nasional itu dituding akan melakukan aksi makar dengan memanfaatkan massa aksi 212.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar dan permufaktan jahat sebagaimana Pasal 107 juncto 110 juncto 87 KUHP. Mereka yakni, Kivlan Zen, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Husein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri. Namun tujuh orang ini tak ditahan.
Sementara tiga aktivis lain, yakni Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 107 juncto Pasal 110 KUHP tentang Makar dan Permufakatan Jahat. Ketiganya sampai saat ini masih ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.
Terakhir, musisi Ahmad Dhani yang turut ditangkap pada 2 Desember 2016 lalu tidak dijerat dengan pasal makar. Pentolan grup band legendaris Dewa 19 itu ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo sesuai dengan Pasal 207 KUHP. Dhani juga tidak ditahan setelah 1x24 jam diperiksa di Mako Brimob.