Liputan6.com, Jakarta - Kasus pengadaan alat berat di Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dengan tersangka Direktur Utama (Dirut) Pelindo II RJ Lino mandek di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama setahun lebih. Sejak RJ Lino ditetapkan tersangka pada Jumat, 18 Desember 2015, belum ada tanda-tanda berkas Lino lengkap dan masuk ke persidangan.
Menanggapi hal tersebut, RJ Lino mengaku akan mengikuti proses yang sedang berjalan. Dia tetap beraktivitas seperti biasa dalam menikmati hidup.
"I enjoy my life. Saya ngikut saja, saya warga negara yang baik," ujar RJ Lino di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 22 Maret 2017.
Advertisement
Menjalani hari-hari dengan status tersangka kasus suap, RJ Lino tak merasa terganggu. Ia yang mengaku tak bersalah dalam kasus Pelindo ini langsung menyampaikan pembelaan.
"Kalian lihat saja, di mana saya masuk (menjadi Dirut Pelindo), aset Pelindo itu hanya Rp 6,5 triliun. Saya berhenti Rp 45 triliun. Coba enam kali lebih punya uang di bank Rp 16 triliun cash. Kerugian negara kan enggak ada," bela RJ Lino.
Sementara itu, juru bicara KPK mengatakan, sejauh ini penyidik KPK masih menghitung kerugian negara dari kasus ini.
"Untuk kasus tersebut, kami masih dalam proses penyidikan. Masih perlu waktu hitung kerugian negara dan lintas negara," kata Febri saat dikonfirmasi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menetapkan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino sebagai tersangka. Penetapan ini terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane di Pelindo II tahun anggaran 2010.
RJ Lino diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai Dirut Pelindo II dalam proyek pengadaan Quay Container Crane untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau koorperasi. Lino diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC.
Pengadaan QCC tahun 2010 diadakan di Pontianak, Palembang, dan Lampung. Proyek pengadaan QCC ini bernilai Rp 100-an miliar.
Lino sempat menggugat penetapannya sebagai tersangka lewat praperadilan. Namun, gugatannya ditolak dengan alasan dalil praperadilan tidak dapat diterima dan jawaban KPK atas dalil itu sesuai undang-undang.
Atas perbuatannya, RJ Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.