Liputan6.com, Jakarta Komisi X bersama Pemerintah, menyetujui Rancangan Undang-undang Pemajuan Kebudayaan untuk disahkan di Pembahasan Tingkat II atau Paripurna. Ketahanan budaya dan investasi terhadap budaya, menjadi semangat dalam pembahasan RUU ini. Jika ketahanan budaya kokoh, budaya akan terlindungi hingga berakhirnya peradaban.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi X DPR sekaligus Ketua Panja RUU Pemajuan Kebudayaan, Ferdiansyah, usai pembahasan Tingkat I di Gedung DPR RI, Senayana, Jakarta, Selasa (18/4) lalu. Dalam rapat yang berlangsung hingga dini hari itu, hadir Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Pariwisata, serta perwakilan kementerian dan lembaga negara lainnya.
“Seperti kita ketahui, selama ini yang kita takutkan mengenai kebudayaan adalah infiltrasi budaya. Makanya dalam RUU disebutkan ketahanan budaya. Tentu jika kita memiliki ketahanan budaya yang kuat, tentu harapannya pada masa yang akan datang, bahkan hingga berakhirnya bangsa ini, ketahanan budaya kita akan kokoh,” tegas Ferdi.
Selain itu, masih kata Ferdi, budaya jangan diartikan sebagai biaya, namun investasi. Pasalnya, dengan adanya aktivitas melestarikan, pemeliharaan dan berbagai aktivitas lainnya, hal itu merupakan upaya agar budaya menjadi daya tarik Bangsa Indonesia.
“Termasuk juga budaya jangan diartikan sangat sempit. Etos kerja pun juga menjadi bagian dari budaya. Jadi, hal apapun dalam pembangunan nasional itu beraspek dari budaya. Akhirnya kita menyimpulkan, budaya menjadi haluan pembangunan nasional,” imbuh Ferdi.
Selain itu, dalam RUU ini juga diatur mengenai reward dan punishment kepada pelaku kebudayaan, masyarakat, hingga korporasi yang berkepentingan terhadap kebudayaan. Reward yang diatur dalam RUU, dan menjadi semangat dalam RUU ini adalah penghargaan bukan sebatas sertifikat semata. Namun adanya suatu penghargaan yang lebih bermakna dan mempunyai arti untuk penggiat dan pelaku kebudayaan.
“Misalnya kalau seseorang terbukti mengharumkan nama bangsa, memungkinkan ketika dia meninggal, dimakamkan di taman makam pahlawan (TMP) dan mendapat bintang perhargaan yang sesuai dengan prestasinya, sehingga bisa dikategorikan layak dimakamkan di TMP. Hal ini dalam konteks kontribusi dan berprestasi luar biasa terhadap budaya ini. Sehingga pemberian penghargaan ini tidak sembarangan diberikan,” jelas Ferdi.
Sementara untuk punishment atau hukuman, Ferdi menjelaskan bahwa hal itu akan ditujukan kepada setiap orang atau lembaga yang merusak, menghalangi, bahkan menghancurkan objek pemajuan budaya. Punishment itu bisa dikenakan sanksi, sesuai dengan sanksi yang ada.
“Misalnya, hukuman kurungan lima tahun dan denda Rp 10 miliar. Jika yang melakukan adalah korporasi, maka akan punishment diberlakukan sebesar tiga kali lipat dibanding perorangan,” jelas politisi F-PG itu.
Sementara untuk penganggaran dalam upaya pemajuan kebudayaan, Ferdi menjelaskan adanya diversifikasi pencarian sumber dana. Sehingga, anggaran tidak hanya melalui APBN, APBD atau dari masyarakat, tapi juga sumber dana lainnya.
“Kita minta pemerintah membentuk dana wali amanah. Apalagi sudah ada Perpres No 80 Tahun 2011 itu mengatakan bahwa memang diatur lebih lanjut mengenai dana wali amanah, dengan demikian sumber pendanaan yang selama ini secara konservatif atau normatif, ada dari dana wali amanah,” jelas Ferdi.
Politisi asal dapil Jawa Barat itu memastikan, RUU ini mengatur kebudayaan secara umum dan longgar, sehingga ketika RUU ini disahkan menjadi UU, tidak terlalu rigid dan rinci, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan budaya yang ada di masing-masing daerah. Ia pun berharap, RUU ini dapat disahkan pada Paripurna 27 April 2017 mendatang.
Mewakili pihak Pemerintah, Mendikbud dan Menpar menyambut baik dengan disahkannya RUU ini di Tingkat I. Seluruh fraksi pun menyetujui RUU ini untuk disahkan pada Tingkat II. Rapat diakhiri dengan penandatangan draf RUU paling terbaru.
(*)
Advertisement