Sejumlah Anggota Dewan Minta Setya Novanto Mundur dari Ketua DPR

Samsu menuturkan, tujuan Setya Novanto mundur untuk memperlihatkan atau memberi contoh baik pada masyarakat.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 19 Jul 2017, 14:58 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2017, 14:58 WIB
Setya Novanto
Ketua DPR Setya Novanto menggelar konferensi pers usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, Jakarta, Selasa (18/7). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Status tersangka yang kini melekat pada Ketua DPR Setya Novanto menimbulkan polemik. Sejumlah pihak mendorong agar Novanto mundur, dan pihak lain tetap mendukung sebagai pimpinan parlemen maupun Partai Golkar.

Anggota Komisi VIII DPR yang juga politikus PDIP Samsu Niang mengatakan, sebaiknya Novanto mundur dari kursi Ketua DPR.

"Tentu kami sebagai anggota DPR mengharapkan ke depan, minimal Ketua DPR, kalau sudah tersangka harus mundurlah," kata dia di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Samsu menuturkan, tujuan Novanto mundur untuk memperlihatkan atau memberi contoh baik pada masyarakat, karena notabene dia adalah pemegang amanat rakyat.

"Ketua DPR kalau sudah tersangka harus mundur. Harus memperlihatkan contoh kepada masyarakat," kata dia.

Kendati, soal mundur atau tidaknya Novanto dari kursi Ketua DPR, Samsu menyerahkan pada internal Fraksi Golkar. "Saya kira dari Fraksi PDIP soal persoalan mundur atau tidak mundurnya, itu pertama harus dari internal mereka," ujar dia.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi VIII yang juga anggota Partai Golkar Noor Achmad mengatakan, masih duduknya Novanto di kursi Ketua DPR karena menjalankan perintah partai.

"Apa yang dilakukan Setya Novanto adalah penugasan dari Golkar. Kalau dia menolak mundur, itu adalah penugasan dari partai Golkar," Samsu menandaskan.

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, Senin 17 Juli 2017. Oleh KPK, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman dari pelanggar pasal tersebut berupa pidana penjara seumur hidup.

Terkait statusnya ini, Setya Novanto secara tegas membantah menerima uang Rp 574 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan jaksa KPK. Dia pun mengutip pernyataan mantan anggota Partai Demokrat Nazaruddin yang menyebut, kalau dirinya tidak terlibat korupsi e-KTP.

"Tapi khusus pada tuduhan saya telah menerima Rp 574 miliar, kita sudah lihat dalam sidang Tipikor 3 April 2017, dalam fakta persidangan saudara Nazar keterlibatan saya dalam e-KTP disebutkan tidak ada, dan sudah bantah tidak terbukti menerima uang itu," sambung dia.

Novanto berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang menyerang dirinya, terutama dalam kasus proyek e-KTP. "Saya mohon betul-betul, jangan sampai terus dilakukan penzaliman terhadap diri saya," tegas Ketua Umum Partai Golkar itu.

Setya Novanto memastikan, kalau uang sebesar Rp 574 miliar seperti yang dituduhkan jaksa kepadanya tidak pernah ia terima.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya