Menteri PPPA: Siswa Pelaku Bullying Berhak Lanjutkan Sekolah

Jika terbukti ada sekolah yang mengeluarkan siswa pelaku bullying dan tidak dipindahkan ke sekolah lain, akan dikenakan sanksi.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 27 Jul 2017, 06:35 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2017, 06:35 WIB
Bullying atau Perundungan
Menteri PPPA Yohana Yembise (tengah) dalam peluncuran Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Anak (PKTA), di Auditorium RRI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Juli 2017. (Liputan6.com/Rezki Apriliya Iskandar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengatakan, siswa pelaku bullying atau perundungan tidak boleh kehilangan hak dan kesempatan bersekolah.

Menurut Yohana, siswa tersebut tetap harus mendapatkan haknya di pendidikan. Mereka tidak boleh kehilangan hak dan kesempatan untuk bersekolah.

"Kalau sampai mereka dikeluarkan dan tidak bersekolah, berarti kita salah karena hak anak itu bersekolah," ujar Yohana dalam peluncuran Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Anak (PKTA), di Auditorium RRI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Juli 2017.

Yohana menjelaskan, Undang-Undang Perlindungan Anak juga mengatur hak anak usia 0-18 tahun harus diperhatikan. Hak bersekolah, bermain, berkreasi, dekat dengan orangtua, dan lain-lain.

"Bila berhadapan dengan hukum, anak didampingi agar perilakunya lebih baik," dia melanjutkan.

Yohana memang setuju jika anak bermasalah harus dikeluarkan dari sekolah, tetapi harus bersekolah dan dipindahkan ke sekolah lain. Kepindahan tersebut pun tetap harus didampingi secara psikologis.

"Kalau anak dikeluarkan dan dipindahkan ke sekolah lain tidak menjadi masalah. Tapi dipindahkan pun mereka harus mendapat pendampingan psikologis, sehingga anak-anak itu bisa berubah," ujar dia.

Yohana juga mengimbau agar sekolah-sekolah tetap menerima siswa-siswa bermasalah, termasuk siswa pelaku bullying. Sekolah juga perlu bekerja sama dengan kementerian terkait, untuk mengatasi masalah yang dialami siswa.

"Tidak boleh (ditolak). Setiap sekolah harus menerima siswa. Harus kerja sama jika berhubungan dengan kekerasan, kerja sama dengan kementerian kami. Masalah rehabilitasi sosial bekerja sama dengan Kementerian Sosial," kata dia.

Yohana menegaskan, jika ada sekolah yang terbukti mengeluarkan siswa bermasalah, tetapi siswa tersebut tidak dipindahkan ke sekolah lain, maka sekolah yang bersangkutan bisa mendapat sanksi.

"Ya, jelas itu ada peraturan Menteri Pendidikan dan juga pasti kami yang dari kementerian lain mengeluarkan teguran melalui surat-surat," Yohana menandaskan.

Sementara, Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, Dien Emawati sepakat dengan Yohana, untuk tetap menyekolahkan siswa pelaku bullying. Bukan dikeluarkan dari sekolahnya begitu saja.

Hal ini juga, kata Dien, berlaku pada siswa pelaku bullying di Thamrin City yang sempat dikeluarkan dari sekolahnya, tetapi sekarang masih bisa melanjutkan sekolah di tempat lain.

"Memang anaknya dikeluarkan dan dipindahkan supaya anak itu tidak menjadi masalah. Di Jakarta Pusat, dipindahkan ke Jakarta Selatan. Saya harus cek sekolahnya. Tapi kita tetap akan dampingi anak tersebut untuk dibina lagi," ujar Dien di lokasi sama.

P2TP2A Belum Merata

Yohana menargetkan, seluruh kabupaten dan kota sudah bisa memiliki Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Hingga kini baru sekitar 300 daerah yang memiliki tempat ini.

"Kita target di 2019 semua kabupaten-kota punya P2TP2A, 516 kabupaten kota sudah harus punya semua. Sekarang masih ada yang belum punya P2TP2A, apalagi di daerah-daerah pegunungan," ujar dia.

Menurut Yohana, belum meratanya P2TP2A karena masih terkendala sarana prasarana serta finansial. Karena itu, masalah ini menjadi perhatian kementeriannya tahun ini.

"P2TP2A ini menjadi perhatian utama kita di 2017. Kita evaluasi ulang banyak P2TP2A di seluruh Indonesia belum secara optimal, karena masalah sarana prasarana dan finansial yang dihadapi P2TP2A di daerah," ujar dia.

Yohana mengakui, kementeriannya saat ini masih sebatas membantu dalam hal dana dekonsentrasi untuk P2TP2A. Dana ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN) yang dilaksanakan oleh gubernur.

"Kami hanya bisa membantu dana dekonsentrasi untuk provinsi dan akan dilanjutkan capacity building, untuk melakukan program-program kegiatan P2TP2A," kata dia.

Yohana mengatakan kementeriannya sedang membangun P2TP2A di kabupaten atau kota yang belum mempunyai tempat ini. Namun dana terbatas, sehingga belum dapat menjangkau semua wilayah.

"Kementerian kami juga terbatas anggaran, kami tidak bisa jangkau semua. Mudah-mudahan di akhir tahun kita bisa konsentrasi ke daerah-daerah yang belum memiliki P2TP2A, dan yang sudah punya tapi belum berjalan optimal," Yohana menandaskan.

Bullying atau perundungan baru-baru ini dialami MF, mahasiswa Gunadarma, Depok, Jawa Barat. Dia di-bully teman kelasnya. Kasus bullying juga dialami siswi di Thamrin City, Jakarta Pusat.

Para pelaku bullying kini sudah ditindak, begitu juga korban perundungan kedua kasus tersebut, kini sudah mendapat penanganan dari pihak terkait.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya