Melihat Jejak Kedahsyatan Letusan Gunung Agung 1963

PVMBG memprediksi, Gunung Agung berpotensi mengalami letusan besar seperti 1963. Bagaimana jejaknya?

oleh Muhammad Ali diperbarui 27 Nov 2017, 12:32 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2017, 12:32 WIB
Sinar Api di Puncak Gunung Agung
Sinar api menyala terang di puncak kawah Gunung Agung, di Karangasem, Bali, Minggu (26/11). Dalam laporan pengamatan periodik PVMBG menyebutkan sinar api terpantau di puncak gunung setinggi 3.142 mdpl. (Liputan6.com/Andi Jatmiko)

Liputan6.com, Jakarta - Intensitas Gunung Agung semakin menunjukkan aktivitasnya. Bahkan, status gunung di Karangasem, Bali, itu naik dari level III atau Siaga menjadi level IV atau Awas. Status itu mulai diberlakukan pada hari ini mulai pukul 06.00 Wita.

"Kami deklarasikan mulai pukul 06.00 Wita hari ini, Senin, 27 November 2017 statusnya kita naikkan dari Siaga menjadi Awas," kata Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG, I Gede Suantika di Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali, Senin (27/11/2017).

Radius bahaya kini berubah dari 6 kilometer menjadi 8 kilometer dengan zona perluasan dari 7,5 kilometer menjadi 10 kilometer ke arah utara-timur laut, tenggara-selatan, dan barat daya‎.

PVMBG memprediksi, Gunung Agung tersebut berpotensi mengalami letusan besar. Gunung setinggi 3.142 mdpl itu terus mengeluarkan lava dan melontarkan abu vulkanik ‎setinggi 3.400 meter. Meski terlihat dahsyat, hal tersebut masih dalam kategori letusan kecil.

Kendati demikian, Gede tak menampik jika Gunung Agung kali ini berpotensi meletus dahsyat, tak jauh berbeda ketika ia meletus pada 1963.

"Ini sama dengan tahun 1963. VEI‎-nya (Volcanic Explosivity Index) itu antara 4 atau 5," kata Gede Suantika.

Letusan Gunung Agung tahun 1963 telah menewaskan 1.549 orang. Jumlah itu berdasarkan data laporan Kepala Bagian Vulkanologi Direktorat Geologi Djajadi Hadikusumo ke UNESCO.

Selain itu, sekitar 1.700 rumah hancur, sekitar 225.000 jiwa kehilangan mata pencaharian, dan sekitar 100.000 jiwa harus mengungsi.

 

Kiamat Kecil di Dinas Badeg Dukuh

Dampak susulan berupa banjir lahar kemudian juga menghancurkan perkampungan di lereng selatan Gunung Agung dan menewaskan 200 orang.

Jejak-jejak letusan Gunung Agung tersebut hingga kini masih dapat terlihat. Seperti di Dinas Badeg Dukuh yang hanya berjarak 5 kilometer dari kawah Gunung Agung.

Di tempat itu, batu-batu besar yang keluar dari perut gunung masih teronggok di sejumlah titik. Sungai kering bekas aliran lahar yang membelah dusun juga masih terlihat.

Wayan Sangka atau Jero Mangku Darma yang kini jadi pemangku di Pura Taman Sari, menjadi saksi peristiwa mematikan tersebut. Ia masih ingat betul saat-saat Gunung Agung meletus.

Saat itu, ia masih duduk di kelas III SD. Wayan merasakan kiamat kecil di dusunnya. Letusan pukul 09.00 pagi itu berlangsung selama satu setengah jam dan membawa kematian.

Dia menyaksikan banyak warga yang meninggal terkena awan dan abu panas. Mereka tewas karena menyambut letusan dengan gambelan. Sementara warga yang lari di selatan dusun juga tewas terkena letusan dan sambaran kilat, abu, lahar, air, dan awan panas.

"Saya lari ke Payogan Dukuh Sakti," ujar Wayan dalam Liputan6 SCTV, 4 Oktober 2017.

Belajar dari masa lalu, Wayan meminta semua warga dusun mengungsi. Karena jika Gunung Agung meletus, warga tak punya kesempatan untuk menyelamatkan diri.

Saksikan video pilihan berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya