4 Fakta Mengerikan Gunung Agung Usai Erupsi

Dari sejumlah pengamatan, tim menemukan beberapa fakta perkembangan yang mengejutkan dari Gunung Agung. Apa saja?

oleh Muhammad AliDewi Divianta diperbarui 28 Nov 2017, 15:34 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2017, 15:34 WIB
Semangat Para Pelajar Tetap Bersekolah di Tengah Erupsi Gunung Agung
Pemandangan Gunung Agung yang mengeluarkan asap dan abu di Karangasem, Bali, Selasa, (28/11). Erupsi Gunung Agung yang masih terjadi menyebabkan Bandara Ngurah Rai ditutup. (AP Photo/Firdia Lisnawati)

Liputan6.com, Jakarta - Gunung Agung dinyatakan berstatus awas atau level IV. Penetapan status itu dikeluarkan sejak Senin 27 November 2017, pukul 06.00 Wita, menyusul adanya dentuman keras serta lava merah yang keluar dari puncak gunung.

Dari awal letusan, gunung tertinggi di Bali itu sudah berulang kali menyemburkan abu vulkanik berwarna kelabu setinggi 3.000 meter. Abu yang keluar tersebut membuat sejumlah desa terdampak menjadi sunyi. Penduduk setempat meninggalkan rumahnya untuk mengungsi di tempat yang lebih aman.

Sejak beberapa hari ini, Gunung Agung asyik melakukan aktivitasnya. Beragam tanda dimunculkan. Seakan ingin menunjukkan eksistensi, gunung itu terus mengeluarkan kode yang bisa direkam oleh tim di pos Pemantauan Gunung Api, Rendang, Bali.

Dari sejumlah pengamatan, tim menemukan sejumlah fakta perkembangan yang mengejutkan dari Gunung Agung. Fakta-fakta itu seakan menguatkan bahwa gunung setinggi 3.142 mdpl akan melakukan aksinya yang lebih besar lagi.

Apa saja fakta-fakta Gunung Agung tersebut? Ini dia ulasannya.

 

1. Magma Sudah di Permukaan Gunung

Sinar api menyala terang di puncak kawah Gunung Agung, di Karangasem, Bali, Minggu (26/11). Dalam laporan pengamatan periodik PVMBG menyebutkan sinar api terpantau di puncak gunung setinggi 3.142 mdpl. (Liputan6.com/Andi Jatmiko)

Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Devy Kamil Syahbana mengatakan, posisi magma Gunung Agung sudah berada di permukaan gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut.

"Dari hasil citra satelit NASA Modis terdeteksi ada 70 megawatt. Hal itu mengindikasikan magma dari dasar Gunung Agung sudah mencapai permukaan," kata Devy, di Bali, Selasa (28/11/2017).

Devy menjelaskan, Gunung Agung pada saat ini membutuhkan waktu dan tenaga untuk memuntahkan semua isi perutnya. Warga diminta agar mematuhi imbauan yang dikeluarkan oleh petugas.

"Biarkan Gunung Agung sendiri dulu. Berikan dia kesempatan beraktivitas. Untuk warga agar mematuhi semua perintah yang dikeluarkan dari pihak terkait. Jangan bandel," kata dia.

Ia pun mengimbau warga di sekitar Gunung Agung agar segera mengungsi ke lokasi aman sesuai yang direkomendasikan oleh pemerintah.

"Gunung Agung lagi ingin sendiri. Hormati dan ikuti saja itu, nanti kalau dia sudah selesai beraktivitas, dia pasti akan kembali normal lagi," ujar dia.

 

2. Muncul 2 Lubang Asap

Kondisi Gunung Agung yang mengeluarkan asap tebal di Karangasem, Bali (28/11). Pihak berwenang memberi peringatan kepada warga untuk mengungsi akibat stasus Gunung Agung yang dari siaga ke awas. (AP Photo/Firdia Lisnawati)

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan, terdapat dua lubang asap vulkanis di Gunung Agung akibat terjadinya erupsi. Keberadaan dua lubang itu menyebabkan kepulan asap sangat tebal.

"Lubang Gunung Agung yang pertama menghasilkan asap putih dan lubang kedua mengeluarkan abu kehitaman," ujar Kepala Bidang Mitigasi PVMBG, I Gede Suantika saat ditemui di Pos Pemantauan Gunung Agung, Desa Rendang, Karangasem, Selasa (28/11/2017).

Suantika mengatakan, penyebab timbulnya dua lubang kawah baru ini karena adanya dorongan magma dari perut Gunung Agung yang keluar dan tidak mampu ditembus, sehingga menimbulkan retakan dan lubang.

Dia memperkirakan, kemungkinan kawahnya belum penuh magma, sehingga belum ada yang keluar dari kawah gunung. Kondisi tersebut menyebabkan pengumpulan lava akan terus terjadi ke depannya.

"Gunung Agung masih stabil dengan intensitas cukup tinggi dengan kepulan ketinggian 3.000 meter di atas puncak dengan arah kepulannya ke barat," ujar Suantika, seperti dilansir dari Antara.

Suantika mengatakan, untuk mengetahui kriteria volume lava di dalam kawah yang penuh, dapat dihitung secara manual, yaitu dengan menghitung diameter kawah Agung yang lebarnya 900 meter dengan ketinggian 200 meter dari puncak.

 

3. Abu Vulkanik Capai Jutaan Ton

Para pelajar berdiri di sebuah mobil untuk pergi ke sekolah di tengah erupsi Gunung Agung di Karangasem, Bali, Selasa, (28/11). Erupsi Gunung Agung yang masih terjadi menyebabkan Bandara Ngurah Rai ditutup. (AP Photo/Firdia Lisnawati)

Gunung Agung hingga kini masih terus meletus ditandai dengan semburan asap setinggi 3.000 meter. Bersamaan dengan itu, material abu vulkanik pun ikut dimuntahkan.

Ketebalan abu vulkanik Gunung Agung terpantau jelas dari Pos Pengamatan Gunung Api Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. Bahkan, Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) I Gede Suantika menyebut di puncak kawah, ketebalan abu begitu pekat.‎

"Tumpukan abu di puncak kawah sangat tebal. Pasir dan abunya tebal," ujar Gede di Pos Pemantauan Gunung Agung, Rendang, Senin 27 November 2017.

Saat ini, material yang dimuntahkan gunung setinggi 3.142 mdpl masih berupa asap dan abu.

Menurut Gede, jumlah material abu yang dimuntahkan gunung tertinggi di Bali itu amat besar volumenya. "‎Abu yang dimuntahkan itu jutaan ton," papar dia.

Dia mengatakan, sepanjang pengalaman PVMBG, sebaran abu vulkanik terjauh yakni kala Gunung Kelud di Jawa Timur meletus. ‎

"Sebaran abu terjauh dalam sejarah kami dari Kelud, Jatim sampai Jakarta.‎ Itu waktu Kelud meletus, sekitar 2 ribu kilometer. Gunung Agung dari sini (Bali) sampai Surabaya," tutur Gede Suantika.

 

4. Bahaya Lahar Dingin

Lahar Dingin Gunung Agung Menyapu Sawah di Dekat Sungai Yeh Sah (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Lahar dingin yang merupakan campuran abu vulkanik Gunung Agung bercampur air mengaliri sejumlah sungai di sekitaran Kabupaten Karangasem, Bali. Salah satunya adalah Sungai Yeh Sah di Kecamatan Muncan, Karangasem.

Lahar dingin ini menjadi tontonan warga. Mereka berduyun-duyun ingin melihat langsung gelombang lahar dingin yang menyapu sawah milik petani di sekitar aliran sungai yang dilintasi.

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) I Gede Suantika, meminta warga menjauhi lahar dingin Gunung Agung, bukan justru menontonnya. Jika terjebak dalam kubangan lumpur lahar dingin maka tak akan bisa bergerak.

‎"Anda tidak bisa bergerak di lumpur itu. Terjebak dalam lumpur angkat kaki saja tidak bisa," tutur Gede Suantika di pos Pemantauan Gunung Api Agung, Rendang, Senin 27 November 2017.

Dia menuturkan, jika sudah terjebak, maka bisa saja tergulung oleh material kental lahar dingin yang datang berikutnya. ‎

"Kalau sudah terjebak bisa digulung oleh material yang kental tadi. Kalau ketemu, mayatnya agak jauh, itu tinggal tulang belulang saja, karena apa, secara fisis dia digerus oleh pasir itu," tutur dia.

‎Suantika melanjutkan, material lahar dingin yang mengalir saat ini sudah cukup kental. Karena itu, sangat berbahaya.

"Setiap pasir itu mengandung PH, pasti tinggi keasamannya kan. Pasti turun, karena dia masih asam. Jadi PH mungkin turun dari 7 jadi 6. Kalau 5 itu sudah asam. Jadi antara 6 dan 7," ujar dia.‎

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya