Pengacara Praperadilan Setya Novanto: Kami Harus Bisa Terima

Hakim tunggal, Kusno, menyatakan permohonan praperadilan atas penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP, gugur.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Des 2017, 12:43 WIB
Diterbitkan 14 Des 2017, 12:43 WIB
Praperadilan Hadirkan Saksi untuk Setya Novanto
Hakim Kusno memimpin sidang praperadilan Setya Novanto atas status tersangkanya dalam kasus e-KTP di PN Jakarta Selatan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Hakim tunggal Kusno menyatakan, permohonan praperadilan atas penetapan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP, gugur. Praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gugur karena pokok perkara e-KTP sudah diperiksa di Pengadilan Tipikor.

"Dalam kasus perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan sedangkan pemeriksaan praperadilan belum selesai maka permohonan praperadilan tersebut gugur," ujar hakim Kusno, dalam sidang, Kamis (14/12/2017).

Salah satu pengacara Setya Novanto, Nana Suryana, mengatakan pihaknya menghargai putusan hakim praperadilan.

"Jadi ya proses ini sudah berlangsung, hakim sudah memutuskan, jadi apa pun keputusan hakim kami hargai dan hormati dan kami harus bisa terima karena peraturan itu demikian," ujar Nana.

Salah satu anggota Biro Hukum KPK, Evi Laila Kholis, mengatakan timnya memang sudah yakin penetapan tersangka bagi Setya Novanto, sesuai dengan prosedur.

"Kami dari KPK yakin dalam penetapan tersangka SN sudah sesuai dengan prosedur dan UU yang berlaku. Bahwa dalam penetapan SN sebagai tersangka sudah diperoleh bukti yang cukup sejak awal penyelidikan," ujar Evi.

 

Kepastian Hukum

Setya Novanto di Pengadilan Tipikor
Tersangka kasus proyek e-KTP Setya Novanto datangi sidang Praperadilan di Pengadilan Tipikor, Jakarta (Liputan6.com/Moch Harun Syah

Menurut dia, putusan hakim telah menciptakan kepastian hukum. Putusan tersebut selaras dengan hukum yang berlaku.

"Putusan hakim sudah sesuai tujuan daripada hukum adalah untuk menciptakan kepastian hukum dan peradilan hukum karena sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 82 Ayat 1 Huruf d KUHAP dan juga berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan hal tersebut," kata Evi.

Evi pun mengatakan bahwa semua pihak harus dapat menghormati putusan praperadilan, hakim praperadilan dan perkara pokok harus dilanjutkan di pengadilan tipikor.

Dakwaan E-KTP Dibacakan

Setya Novanto
Terdakwa korupsi proyek E-KTP Setya Novanto saat mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12). Sidang mendengarkan pembacaan dakwaan oleh JPU KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Majelis hakim Pengadilan Tipikor akhirnya membacakan dakwaan Setya Novanto dalam kasus e-KTP. Pembacaan surat dakwaan dimulai pukul 17.13 WIB. Padahal, sidang pembaca dakwaan ini sudah dimulai sejak pukul 10.00 WIB.

Terdakwa menunjukkan gerak-gerik tidak kooperatif dalam sidang perdananya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 13 Desember 2017. Gerak-gerik itu ditunjukkannya sejak awal sidang hingga akhir.

Sidang pun beberapa kali diskors. Ada saja alasan yang dimunculkannya, mulai dari sakit hingga ke toilet.

Namun, dokter dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan RSCM yang direkomendasikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan, Setya Novanto sehat. Oleh karena itu, majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan sidang dan dakwaan dibacakan.

Ketua DPR, Setya Novanto, didakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam kasus e-KTP. Atas perbuatan Novanto, negara rugi sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dalam proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 itu.

"Yang melakukan atau turut serta melakukan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2017).

Selain itu, jaksa menyebut Setya Novanto baik secara langsung maupun tidak langsung telah melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang serta jasa proyek e-KTP.

Hal tersebut bertentangan dengan UU RI Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) juncto Pasal 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN juncto UU RI Nomor 17 tahun 2003 tengang Keuangan Negara. (Miranda Nur Husna)

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya