Liputan6.com, Jakarta Lebaran Ketupat, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bakda Kupat, merupakan perayaan yang jatuh pada tanggal 8 Syawal, seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Perayaan ini memiliki signifikansi budaya yang tinggi, khususnya di masyarakat Jawa.
Tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu ini biasanya dilakukan sebagian besar masyarakat muslim di Pulau Jawa. Selain disebut Lebaran Ketupat, beberapa orang juga menyebut tradisi ini dengan nama syawalan. Mengutip dari kanal Regional Lipuran6.com yang melansir dari NU Online, 17 April 2024, perayaan tradisi lebaran ketupat dilambangkan sebagai simbol kebersamaan.
Baca Juga
Masyarakat Jawa khususnya yang tinggal di wilayah Klaten mengenal tradisi ini dengan sebutan kenduri ketupat. Dalam pelaksanaannya, ketupat yang sudah ditata dalam wadah langsung dibawa ke tempat kenduri halaman rumah warga. Selain ketupat, ada juga sayur sambal goreng dan bubuk kedelai. Selanjutnya, ketupat didoakan bersama-sama oleh warga.
Advertisement
Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat. Tradisi ini kemudian menjadi sarana mengenalkan ajaran Islam, terutama tentang cara bersyukur, bersedekah, dan bersilaturrahim saat lebaran.
Penggunaan ketupat pada tradisi ini juga memiliki filosofi tersendiri. Kata ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan.Tradisi lebaran ketupat erat kaitannya dengan Sunan Kalijaga. Masyarakat Jawa percaya bahwa Sunan Kalijaga adalah yang pertama kali memperkenalkan ketupat.
Ketupat Lambang Kemakmuran
Ketupat menjadi simbol sesama muslim yang diharapkan dapat mengakui kesalahan dan saling memaafkan. Dengan menyantap ketupat, diharapkan mereka dapat melupakan kesalahan masing-masing.
Filosofi lainnya juga terdapat pada bungkus ketupat yang terbuat dari janur kuning yang melambangkan penolak bala. Adapun bentuk segi empat ketupat mencerminkan prinsip kiblat papat lima pancer. Artinya, ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah SWT. .
Filosofi lain juga terdapat pada beras yang digunakan sebagai isian. Bagi masyarakat Jawa, beras melambangkan kemakmuran setelah hari raya. Ketupat juga dianggap sebagai penolak bala. Tak heran jika beberapa masyarakat menggantungkan ketupat bersama pisang di atas kusen pintu depan rumah selama berhari-hari sampai mengering.
Tradisi lebaran ketupat masih banyak dilakukan masyarakat di Indonesia sampai saat ini. Selain sebagai wujud syukur dan kebersamaan, hal ini juga merupakan bentuk melestarikan tradisi lokal.
Advertisement
