BPN Tolak Pembatalan HGB Reklamasi, Ini Tanggapan Anies

Permohonan pembatalan HGB pulau-pulau reklamasi ditujukan untuk pulau C, D, dan G.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 11 Jan 2018, 09:51 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2018, 09:51 WIB
PHOTO: Mendagri, Panglima TNI, Kapolri dan Gubernur DKI Sapa Jemaat Gereja Immanuel
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyapa jemaat usai memberikan sambutan pada malam Misa Natal di Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel, Gambir, Jakarta, Minggu (24/12). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan, akan menunggu surat balasan resmi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menolak permintaannya untuk membatalkan penerbitan izin hak guna bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pulau-Pulau Reklamasi.

"Saya tunggu suratnya dulu," kata Anies di Balai Kota, Rabu 10 Januari 2018.

Anies justru merasa heran mengapa BPN tidak membalas surat permohonan DKI, tetapi justru mengadakan konferensi pers.

"Saya ingin sampaikan, tertib. Kami kirim surat ke BPN kami enggak konpers. Ini adalah proses administratif. Kami mendengar BPN konferensi pers, tapi malah belum ada suratnya. Kita ingin jaga adab dalam menjalankan pemerintahan," ucap dia.

Anies mengatakan belum mendapat surat balasan sehingga belum memutuskan apakah akan mengajukan pembatalan secara hukum atau tidak. "Kita akan baca suratnya dulu. Belum baca suratnya," kata dia.

Namun, Anies memastikan bahwa permohonan penarikan HGB di pulau reklamasi adalah hal penting dan mendasar.

"Mendasar ya, jadi kalau kita lihat Perda Zonasi belum ada. Dari situ saja, kita sudah tahu bagaimana bisa mengatur lahan-lahannya kalau Perdanya aja belum ada. Jadi zona ini dipakai untuk apa peruntukannya bagaimana belum ada? Jadi dasarnya enggak ada. Itu sebabnya saya bilang ditiadakan dulu sampai ada Perda," ucap Anies Baswedan.

 

20160417-Penampakan Terkini Bentuk Pulau G Hasil Reklamasi Teluk Jakarta
Mesin penimbun tampak kokoh berdiri di atas hamparan pasir berada di Teluk Jakarta, Muara Angke, (17/4). Lokasi yang dulunya mejadi tempat nelayan mencari ikan berubah menjadi dataran dari proyek Reklamasi Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mengirimkan surat kepada Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menunda dan membatalkan seluruh hak guna bangunan (HGB) yang diberikan pada pengembang pulau reklamasi.

Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhana mengatakan, permohonan pembatalan HGB ditujukan untuk pulau C, D, dan G.

Pada surat tertanggal 29 Desember 2017, Anies mengirimkan surat permohonan agar Menteri ATR/BPN untuk menunda dan membatalkan HGB yang diberikan kepada pihak ketiga untuk pulau C, D, dan G.

Surat tersebut dikeluarkan pada 29 Desember 2017 dan ditandatangani oleh Anies Baswedan serta ditembuskan kepada sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemprov DKI Jakarta.

 

Penolakan BPN

Permintaan Anies itu bertepuk sebelah tangan. Menurut BPN, penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pulau D dilaksanakan atas permintaan Pemda DKI Jakarta, dan telah sesuai dengan ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku.

Oleh karena itu, tidak dapat dibatalkan dan berlakulah asas presumptio justae causa (setiap tindakan administrasi selalu dianggap sah menurut hukum, sehingga dapat dilaksanakan seketika sebelum dapat dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim yang berwenang sebagai keputusan yang melawan hukum).

"Penerbitan HGB tersebut didasarkan pada surat-surat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mendukungnya," tulis siaran pers BPN yang diterima Liputan6.com, Rabu (10/1/2018).

Korespondensi yang dikirim Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan seluruh Jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada BPN, dianggap tidak bersifat non-retroaktif atau apa yang sudah diperjanjikan tidak dapat dibatalkan secara sepihak, dan hanya berlaku ke depan. Karena apabila asas non-retroaktif diterapkan, akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Terhadap HGB yang telah diterbitkan di atas HPL No. 45/Kamal Muara, perbuatan hukum dalam rangka peralihan hak dan pembebanan atau perbuatan hukum lainnya yang bersifat derivatif harus mendapatkan persetujuan dari pemegang HPL, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta," imbuh BPN.

Pihak BPN pun menyarankan Pemprov DKI untuk menempuh upaya hukum melalui Lembaga Peradilan (Tata Usaha Negara dan/atau Perdata) bila tidak sependapat dengan pandangan Kementerian ATR/BPN, dan akan membatalkan HGB di atas HPL No. 45/Kamal Muara. Apabila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkracht van gewzjde, maka pihak BPN akan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Terhadap Pulau C telah diterbitkan Sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) pada tanggal 18 Agustus 2017 dengan Na. 46/Kamal Muara seluas 1.093.580 m2 tercatat atas nama Pemda DKI Jakarta, sedangkan terhadap Pulau G kami belum melakukan kegiatan administrasi pertanahan apa pun (baik penerbitan HPL maupun HGBJ sebelum ada persetujuan dari Pemerintah Provinsi DKI," BPN memungkas.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Prosedur Pencabutan HGB

Pakar Hukum Agraria dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Nur Hasan Ismail mengatakan, pengajuan pembatalan seluruh hak guna bangunan (HGB) kepada pihak ketiga atas seluruh pulau reklamasi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dinilai kurang tepat.

Dia menyebut, pembatalan suatu keputusan Tata Usaha Negara tidak sesederhana itu. Pencabutan atau pembatalan harus sesuai dengan persyaratan ataupun saat pelaksanaan terdapat prosedur yang tidak dipenuhi.

"Sekarang, apakah ada prosedur dan persyaratan tidak dipenuhi. Memang itu keinginan orang, kalau saya punya kepentingan, oh saya putus, itu membatalkan tidak sederhana, ada prosedur," kata Nur Hasan di Jakarta, Rabu (10/1/2018)

Dia menjelaskan, dalam rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil itu tidak berkaitan dengan HGB. Sedangkan, untuk HGB yang sudah diberikan tinggal dimanfaatkan saja.

"HGB harus memperhatikan zonasi dan itu nanti akan diberlakukan hukum secara surut," ujar dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya