Liputan6.com, Jakarta - Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkap keberadaan 'tuyul' yang melakukan tindak penipuan terhadap order taksi online di Jakarta. Mereka memanipulasi sistem kerja dalam aplikasi pesan antar yang ada di ponsel hingga menimbulkan kerugian ratusan juta rupiah.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta menyampaikan, kasus tersebut terbongkar pada Rabu, 24 Januari 2018. Ia memaparkan para pelaku mendaftarkan diri sebagai pengemudi taksi online Grab.
Baca Juga
"Setelah mengisi aplikasi, mereka mencoba masuk ke sistem (di ponsel)," tutur Nico di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (31/1/2018).
Advertisement
Ada sebanyak 10 'tuyul' yang berperan sebagai sopir dan penumpang palsu taksi online. Mereka dipertemukan dengan AA, melalui perempuan berinisial CRN.
AA mengakali ponsel para 'tuyul' untuk menipu pihak Grab. Nico mengungkap ada 170 ponsel yang perangkat lunaknya dimodifikasi dengan cara rooting.
"Mereka mengirim data seolah-olah telah mengangkut penumpang dari satu titik ke titik lain di jam sibuk bertarif tinggi," jelas dia.
Padahal, para pengemudi ini hanya duduk-duduk saja. mereka melakukan order fiktif. Lalu, sesuai sitem di Grab, mereka mendapat bonus dari pengantaran palsu itu.
Nico mengatakan para pelaku sudah melakukan aksinya berulang kali. Bila ditotal, jumlah uang yang dikumpulkan dari order fiktif itu mencapai Rp 600 juta.
"Pesan sendiri, antar sendiri, complete sendiri. Satu orang bisa pegang tujuh sampai 10 handphone," ungkap Nico.
Para pelaku diringkus di tiga lokasi berbeda yang berada di kawasan Jakarta Barat. Mereka mengaku sudah tiga bulan menjalankan aksi tersebut.
Penyelidikan Internal Grab
Direktur Manajer Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menjelaskan, telah melakukan penyelidikan itu selama beberapa bulan. Setelah rampung, pihak kepolisian dilibatkan untuk mengejar para pelaku.
"Kita mengerahkan engginer R&D di Jakarta, Singapura, Beijing, Bengaluru, Vietnam untuk melawan ini. Ini kriminal. Kami lakukan penanganan khusus lewat teknologi dan kepolisian," kata Ridzki.
Menurut dia, pihaknya sebenarnya mengetahui adanya penggunaan lokasi palsu dan penerimaan order yang janggal. Dalam aplikasi, sopir menerima penumpang dan mengantarkan sampai tujuan, namun lokasi titik koordinatnya tidak bergerak di sistem pusat.
"Jadi pura-pura jadi penumpang dan pura-pura jadi pengemudi. Ini sebenarnya terdeteksi dan ini kita mau bawa ke meja hijau yang mana rooting device dan fake GPS, bisa kita lacak, kita ketahui," Ridzki menandaskan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Advertisement