Kata Pelakor Makin Sering Dipakai, Mungkinkah Masuk KBBI?

Jika kata baru tersebut sudah kerap digunakan dan wilayah penggunaannya cukup tersebar, maka salah satu syaratnya sudah terpenuhi.

oleh Fadjriah Nurdiarsih diperbarui 26 Feb 2018, 17:10 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2018, 17:10 WIB
[Bintang] Lagi Heboh Orang Ketiga, Sebenarnya Apa Sih Arti Pelakor?
Ini lho arti pelakor yang sebenarnya, biar kamu bisa menambah pengetahuan soal kata paling populer saat ini. (Foto: YouTube.com)

Liputan6.com, Jakarta Akhir-akhir ini warganet sepertinya tidak asing lagi dengan istilah pelakor, yang merupakan akronim dari ‘perebut lelaki orang’. Bahkan, baru-baru ini sebuah video viral dan menghebohkan dunia maya, kala seorang perempuan dihujani oleh uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu oleh perempuan yang marah karena merasa suaminya telah direbut.

Semakin masifnya penggunaan pelakor, mungkinkah kata ini masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia?

Dora Amalia, Kepala Bidang Pengembangan, Pusat Pengembangan dan Pelindungan Badan Bahasa, kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu menyampaikan ada beberapa syarat sebuah kata bisa dimasukkan ke dalam KBBI.

Menurut Dora, untuk mengusulkan entri baru, masyarakat setidaknya harus mempertimbangkan lima hal, yaitu: (1) unik konsepnya dan belum ada dalam bahasa Indonesia, (2) seturut kaidah bahasa Indonesia, (3) tidak berkonotasi negatif, (4) sedap didengar secara bunyi, dan (5) frekuensi pemakaiannya cukup tinggi.

Melalui pesan Whattapps hari ini, Senin (26/2/2018), Dora menegaskan, “Jika kata baru tersebut sudah kerap digunakan dan wilayah penggunaannya cukup tersebar, maka salah satu syaratnya sudah terpenuhi.”

 

Kata Ahli Bahasa soal Istilah Pelakor

Ilustrasi Selingkuh, Pelakor (iStockphoto)
Ilustrasi Selingkuh, Pelakor (iStockphoto)

Meski sebuah kata dianggap netral, nyatanya pelakor menimbulkan perdebatan tersendiri di kalangan para ahli bahasa. Pelakor diartikan sebagai ‘perebut lelaki orang', yakni sebutan bagi perempuan yang dianggap bertanggung jawab merusak hubungan pernikahan suami istri yang sah.

Dalam hal ini, sosok laki-laki justru dikesankan sebagai benda pasif yang dengan mudah bisa direbut begitu saja oleh perempuan lain. Padahal, istilah ini cenderung menempatkan perempuan dalam posisi yang salah dan tidak menyinggung sama sekali peran laki-laki dalam perselingkuhan.

Dra Junaiyah H Matanggui, ahli bahasa pensiunan Badan Bahasa, mengatakan, “Pengambil atau pencuri lelaki orang mengesankan bahwa yang diambil atau dicuri adalah pasif. Yang aktif adalah sang pencuri atau pengambil. Padahal, pada kejadian itu ada perselingkuhan untuk dua-duanya yang sama-sama aktif, meskipun secara sembunyi-sembunyi. Jadi, keduanya tidak setia pada pasangannya masing-masing. Karena itu, baik pelakor, pebinor (perebut bini orang), letise (lelaki tidak setia) harus dipakai sesuai kenyataan yang ada,” ujarnya menjelaskan.

 

Bagaimana Sebuah Kata Masuk dalam KBBI?

Ilustrasi Selingkuh, Pelakor
Ilustrasi Selingkuh, Pelakor (iStockphoto)

Setelah sebuah kata diusulkan masuk dalam KBBI, menurut Dora, usulan yang masuk akan diteruskan ke meja redaktur, lantas ke meja validator yang kemudian menggelar lokakarya untuk menentukan apakah kosakata tersebut layak dimasukkan ke dalam KBBI atau tidak.

Dora menyebut kadang-kadang terjadi berbagai perdebatan karena para pekamus yang bekerja menyusun KBBI memiliki berbagai macam acuan. Sebab, Badan Bahasa menerapkan seleksi yang sangat ketat untuk menjaga mutu KBBI, utamanya dalam ketepatan definisi.

Dora juga merinci ada beberapa pertimbangan dalam pemilihan kata. Pertama, kata yang masuk diteliti sumbernya, siapa pengguna kata tersebut, dan prediksi penggunaan kata. Sementara bagi kata yang berupa nama, akan ditilik keluasan penggunaan kata tersebut sebagai verba.

Meski sudah melalui beberapa tahap untuk dimasukkan ke KBBI, Dora menyebut sebuah kata bisa saja tertolak. Alasannya, konsep kata dianggap sudah ada dalam bahasa Indonesia atau sudah ada di bahasa daerah yang sudah masuk ke KBBI. Kata yang terlalu perinci dan memiliki bunyi tak sedap didengar juga akan ditolak.

Khusus kata pelakor, Dora mengatakan Badan Bahasa akan mempertimbangkan medan kata itu yang bersifat negatif. “Iya, itu pertimbangan berikutnya, tetapi KBBI punya perangkat berupa label ragam bahasa. Bisa jadi kata tersebut akan dilabeli kas yang menunjukkan ragam kasar,” ujar Dora menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya