Liputan6.com, Manokwari Anggota Komisi X DPR RI, Noor Achmad, mengatakan bahwa sarana laboratorium IPA di seluruh Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ada di Manokwari, Papua Barat, harus diperbaiki sesuai standar. Sebab, hasil tinjauan langsung Komisi X DPR RI ke SMAN 2 Manokwari menemukan bahwa laboratorium sekolah itu belum mumpuni.
Menurutnya, peralatan pendidikan, seperti laboratorium adalah sarana mutlak yang harus dipenuhi.
“Mata pelajaran IPA akan lebih mudah dipahami dengan simulasi praktik di laboratorium. Laboratorium IPA itu masih sangat minim sekali, bahkan bahan-bahannya tidak ada. Mereka harus bekerja sama dengan Universitas Papua (UNIPA). Oleh karena itu, kami berharap agar alat-alat laboratorim bisa diperbanyak di sini,” ujar Noor, saat mengikuti Kunjungan Kerja Komisi X DPR RI ke Manokwari, Papua Barat, Senin (30/4/2018).
Advertisement
Politisi Partai Golkar tersebut juga mengkritisi soal pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
“Catatan saya yang memang perlu diketahui oleh publik, terutama Kemendikbud, pertama bahwa UNBK di sini meskipun bisa berjalan dengan baik, server-nya masih kurang dan listriknya kadang-kadang padam,” ucap Noor.
Padahal, imbuhnya, SMAN 2 Manokwari termasuk SMA yang dinilai paling maju di daerah setempat, tetapi masih ada kekuarangan sarana prasarana mengajar.
“Maka dari itu, ini harus menjadi afirmasi dari Kemendikbud, agar ketertinggalan SMA yang ada di Papua Barat ini bisa sejajar dengan SMA yang lain yang sudah maju,” kata Noor.
Menurutnya, konsekuensi dari ketertinggalan ini harus ada toleransi bagi pelajar di Papua Barat dalam ujian seleksi masuk perguruan tinggi ternama.
“Harus ada toleransi bagi yang akan masuk perguruan tinggi, karena dari SMA-nya saja sudah kurang,” ujar Noor.
Selain itu, ia juga menyoroti persoalan guru di Manokwari. Di daerah ini, masih banyak guru yang bukan Aparatur Sipil Negara (ASN). Terlebih lagi, tugas guru dan laboran--guru praktik di laboratorium--tidak dipisahkan, sehingga menyebabkan ketidakprofesionalan pembagian kerja.
“Gurunya masih sangat minim, banyak guru yang bukan ASN. Bahkan, tadi banyak guru yang merangkap menjadi laboran. Ini tidak boleh, seharusnya seorang guru ya guru. Laboran ya laboran. Dengan demikian mereka bisa konsentrasi untuk menata laboratoriumnya,” ucap Noor.
(*)