Liputan6.com, Jakarta - Penceramah Ustaz Somad mengatakan, masyarakat sudah kian cerdas untuk memilih apa yang baik dan buruk, khususnya dalam mendengarkan tausiah atau ceramah yang disampaikan para ustaz. Bahkan, jemaah bisa menginterupsi para ustaz yang menyampaikan pesan tersebut.
Hal ini disampaikannya dalam Pengajian Akbar yang diselenggarakan Dewan Masjid Indonesia (DMI), dengan tema: Persatuan Umat Islam Untuk Kemaslahatan Bangsa.
"Kalau ada ustaz yang ceramah, 'kalau tetanggamu beda agama, kalau tetanggamu tidak sama, bakar rumahnya, hancurkan motornya, larikan anak gadisnya'. Itu langsung jamaah teriak, hey Pak Khatib turun. Kamu mengigau ya, ngimpi ya?' Karena masyarakat kita sekarang sudah cerdas," ucap Ustaz Somad di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Advertisement
Dia menampik, para ustaz lah yang menyampaikan radikalisme, sehingga masjid di Indonesia mulai terpapar.
"Masjid yang penceramahnya menyampaikan ujaran kebencian hanya 6 persen saja. Dan yang jemaahnya percaya cuma 2 persen, sisanya pada tidur," ungkap Ustaz Somad.
Dia menegaskan, data ini diperoleh dari DMI. Dia pun mengingatkan agar menyampaikan informasi itu harus sesuai data dan faktanya.
"Makanya kalau bicara fakta data. Kalau Abdul Somad yang bicara, orang nggak dengar. Kalau Abdul Somad yang klarifikasi, nggak ada yang dengar. Tapi kalau orang DMI yang tampil langsung, nggak ada tuh masjid sarang radikal," pungkas Ustaz Somad.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kembali Ditolak Ceramah?
Sebelumnya, surat penolakan terhadap Ustaz Abdul Somad untuk melakukan ceramah di wilayah Semarang, Jawa Tengah, beredar di media sosial. Pada kepala atau kop surat tersebut tercantum tulisan Markas Komando Wilayah Jawa Tengah Patriot Garuda Nusantara (PGN). Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal menanggapi beredarnya surat penolakan tersebut.
"Itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Masa ada ormas yang melarang. Yang dapat melarang atas nama undang-undang adalah institusi lembaga pemerintahan, Kepolisian Republik Indonesia," ujar Iqbal di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (25/7/2018).
Ia menyatakan ormas tidak bisa melakukan tindakan pelarangan dan atau menggunakan kekuatan memaksa. Seperti merampas sesuatu untuk berhenti atau melakukan sweeping terhadap sesuatu yang dianggap salah.
Bahkan, Polri sebagai pelaksana undang-undang sekali pun tidak bisa semena-mena melakukan diskresi. Tindakan harus melalui pertimbangan keamanan demi kepentingan yang lebih besar.
"Misalnya, polantas menggunakan diskresi kepolisian. Walaupun lampu merah kita jalankan demi kepentingan yang lebih besar untuk menghindari kecelakaan atau kemacetan. Kita diberikan oleh undang-undang," ucapnya.
Iqbal menuturkan, jajaran Polda Jawa Tengah telah mengambil langkah preventif dan preemtif terkait acara tablig akbar pada akhir Juli 2018 yang rencananya akan dihadiri Ustaz Somad tersebut. Apalagi beredar surat penolakan dari masyarakat.
Advertisement