Meiliana Divonis 18 Bulan Penjara karena Protes Volume Azan

Bagi Ketua PBNU bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Robikin Emhas, seseorang yang mengatakan suara azan terlalu keras tidak dapat disebut menista agama.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Agu 2018, 20:54 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2018, 20:54 WIB
Ilustrasi Masjid (Istimewa)
Ilustrasi Masjid (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Amnesty International Indonesia mengeluhkan keputusan pengadilan yang menjatuhkan vonis penjara 18 bulan kepada seorang ibu di Medan, Sumatera Utara bernama Meiliana. Meiliana dihukum karena mengeluhkan volume suara azan yang dianggapnya terlalu keras.

"Menghukum seseorang hingga 18 bulan penjara karena sesuatu yang sangat sepele adalah ilustrasi gamblang dari penerapan hukum penodaan agama yang semakin sewenang-wenang dan represif di negara ini," kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dalam siaran persnya yang dikutip dari amnestyindonesia.org, Rabu, (22/8/2018).

Menurut Usman, mengajukan keluhan tentang kebisingan suara seperti yang dilakukan Meiliana bukanlah pelanggaran pidana.

Sebaliknya, ia menilai keputusan pengadilan yang menyatakan Meiliana bersalah dan dijatuhi hukuman penjara adalah pelanggaran kebebasan berekspresi yang mencolok.

"Pengadilan tinggi di Sumatera Utara harus membalikkan ketidakadilan ini dengan membatalkan hukuman Meiliana dan memastikan pembebasannya segera tanpa syarat," pungkas Usman.

Meiliana adalah wanita etnis Tionghoa yang beragama Buddha. Ia menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Medan karena mengeluhkan pengeras suara azan yang dianggapnya terlalu keras.

Kasus yang menjerat Meiliana sebenarnya telah terjadi pada 2016. Saat itu, ia meminta kepada pengurus Masjid di sekitar tempat tinggalnya untuk mengecilkan volume pengeras suara. Ia mengaku terganggu dengan pengeras suara masjid.

Pernyataan Meiliana itu ternyata memicu kemarahan warga dan menyulut kerusuhan yang menyebabkan sekelompok orang membakar serta merusak vihara dan klenteng di Tanjung Balai.

MUI Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Meiliana telah melakukan penistaan agama.

Kasus ini memasuki ranah hukum setelah jaksa menetapkan Meiliana sebagai tersangka penistaan agama pada 30 Mei 2018 dan mendakwanya dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama.

Pada akhir persidangan, majelis hakim sependapat dengan dakwaan jaksa dan menjatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada Meiliana sesuai tuntutan jaksa.

 

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini

Tanggapan PBNU

Sementara itu, bagi Ketua PBNU bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Robikin Emhas, seseorang yang mengatakan suara azan terlalu keras tidak dapat disebut menista agama.

"Saya tidak melihat ungkapan suara azan terlalu keras sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 21 Agustus 2018.

Sebagai muslim, Robikin menjelaskan, pendapat seperti itu sewajarnya ditempatkan sebagai kritik konstruktif dalam kehidupan masyarakat yang plural.

Menurut dia, lahirnya pasal penodaan agama antara lain untuk menjaga harmoni sosial yang disebabkan karena perbedaan golongan atau perbedaan agama atau keyakinan yang dianut.

"Saya berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat," kata Robikin yang juga advokat konstitusi. 

 

Sumber: Kriminologi.id

Saksikan berita menarik Kriminologi.id lainnya di sini

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya