Liputan6.com, Jakarta - Deklarasi kampanye damai berlangsung meriah di Monas, Jakarta. Agenda penting tersebut dihadiri para pemimpin parpol yang mengenakan beragam pakaian adat dan budaya Indonesia.
Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terlihat hadir. Keduanya terlihat semringah. Tawa dan canda mewarnai mereka di sela-sela acara berlangsung.
Kedua calon pemimpin negara itu mengenakan kostum yang beda dari biasanya. Jokowi memakai pakaian adat Bali sedangkan rivalnya, Prabowo mengenakan pakaian adat Jawa.
Advertisement
Sementara Ma'ruf Amin juga tampil tak biasa. Kiai yang biasa memakai sarung tersebut kini mengenakan celana abu-abu dan dengan sorban putih melilit di leher. Dan untuk Sandiaga mengenakan pakaian adat Betawi berwarna seragam dengan pakaian yang digunakan Prabowo.
Deklarasi kampanye damai tersebut dibuka dengan ditandai pelepasan balon oleh ketua KPU Arief Budiman. “Dengan ini karnaval deklarasi kampanye damai resmi saya buka," kata Arief, Minggu (23/9/2018).
Kedua pasangan capres dan cawapres, Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin serta Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno menaiki mobil golf untuk melakukan karnaval dan arak-arakan di kawasan Monas.
Tampak pula Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang juga mengenakan pakaian adat. Rombongan pasangan calon kemudian juga diikuti oleh para partai politik peserta pemilu yang juga menampilkan budaya dan pakaian adat.
Namun baru sekitar lima menit mengikuti parade, SBY tiba-tiba meminta Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan untuk menggantikannya memimpin pawai tersebut. Presiden ke-6 RI itu pun walkout dari barisan.
"Beliau turun dan walkout meninggalkan barisan karena melihat banyak sekali aturan main yang tak disepakati awalnya," ungkap Hinca usai acara deklarasi di Lapangan Monas Jakarta, Minggu (23/9/2018).
Menurut dia, pelanggaran yang dimaksud SBY salah satunya yaitu adanya atribut partai politik yang dibawa massa pendukung. Padahal, dalam edaran aturan KPU menyebutkan larangan berkampanye dengan membawa alat peraga karena semua disediakan KPU serta diwajibkan memakai pakaian adat.
"Misalnya kan kita sepakat pakaian adat saja damai dan tidak membawa partai apalagi membawa atribut yang begitu banyak sehingga terkesan kampanye. Apa yang terjadi, saya telah menulis protes keras kepada Ketua KPU Arief Budiman dan cc-nya Ketua Bawaslu (Abhan). Ketua Bawaslu udah jawab katanya saya udah ingatkan tadi Pak Arief" ucap Hinca.
Kegeraman serupa juga disuarakan Ketua DPP Bidang Advokasi dan Hukum Demokrat Ferdinand Hutahaean. Dia menyebut ada kelompok lain yang membawa atribut di luar ketentuan KPU. Ferdinand menuding kepada kelompok simpatisan capres Jokowi.
"Dari KPU jelas edaran dan keputusan yang kami terima adalah melarang kampanye membawa alat peraga kampanye karena semua disediakan KPU, dan kami mengikuti aturan itu dan ternyata yang lain tidak mengikuti dan kami merasa terjebak dalam euforia permainan sekelompok pendukung Pak Jokowi," ujar Ferdinand.
Sementara itu, Ketua Umum Relawan Pro Jokowi Budi Arie Setiadi menyebut sikap Demokrat berlebihan. Menurut dia, pihaknya hanya merayakan pemilu yang damai dan gembira. Simpatisan Jokowi juga mengikuti acara sesuai aturan.
"Enggak lah gak ada provokasi ini kan kampanye damai, tujuan deklarasi kampanye damai kan untuk merayakan kesepakatan bahwa kita akan menyelenggarakan pemilu pilpres dan pileg dengan baik dan damai jujur dan demokratif," ujarnya.
Â
Sudah Masa Kampanye
Terkait hal ini, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengaku pihaknya sudah berupaya mengatur acara berjalan sesuai aturan. Namun KPU tidak bisa mengontrol semua massa pendukung yang tumpah ruah di tempat acara.
"Sebetulnya sudah kita atur semua delegasi yang ada di dalam jalur karnaval, memang kalau yang di luar ini kita nggak bisa ngatur," ujar Ketua KPU Arief di Monas Jakarta Pusat, Minggu (23/9/2018).
Menurut dia, KPU tidak bisa langsung memantau massa pendukung di luar jalur karnaval untuk segera mencopot atribut partai. Sebab per hari ini sudah memasuki masa kampanye Pilpres 2019.
"Pertama ini sudah masa kampanye, orang boleh saja kampanye sepanjang regulasinya dipatuhi. Kedua, khusus kegiatan ini sepanjang jalur kita kontrol, siapa saja, berapa banyak, jumlah kaos kita bagikan, juga atribut, semua diperhatikan," jelas Arief.
Pembelaan kepada KPU disampaikan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Sekjen PSI Raja Juli Antoni menilai KPU telah bekerja profesional dalam menyukseskan deklarasi kampanye damai tersebut.
"KPU dan Bawaslu terlihat bekerja keras, serius dan profesional. Di tempat acara, sekitar panggung, tidak ada bendera sampai Pak Jokowi-Pak Prabowo meninggalkan tempat acara," ujar Raja Juli Antoni, Minggu (23/9/2018).
Toni mengatakan, KPU juga menegur dan meminta kepada pendukung yang hadir untuk menurunkan atribut partai. Saat itu, para pendukung terlihat mengibarkan bendera partai tertentu.
"Sempat ada bendera Partai NasDem dan Gerindra yang dikabarkan relawan di sebelah kiri panggung lalu petugas KPU menghampiri dan meminta bendera diturunkan. Ketika tamu undangan mulai bubar, baru saya lihat banyak bendera NasDem yang memenuhi bagian depan panggung," imbuh Toni, sapaannya.
Toni menilai pengibaran bendera politik di luar arena acara bukan menjadi tanggung jawab KPU. Suasana itu muncul berkat antusiasme kedua pendukung.Â
"Di luar arena acara tentu bukan tanggung jawab KPU dan partai. Antusiasme relawan kedua pendukung berjalan alamiah. Selama tertib, tidak melakukan kekerasan dan vandalisme tentu itu hak mereka, tidak bisa dilarang," ucap Toni.
Â
Â
Â
Advertisement