Liputan6.com, Jakarta - Polri tengah membidik penyebar video aktivis Robertus Robet yang memplesetkan Mars ABRI. Saat ini, sosoknya masih misteri.
"Belum (ketemu) nanti akan didalami lagi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, Kamis (7/3/2019).
Dedi mengatakan, pihaknya telah menyelidiki beberapa akun media sosial yang diindikasikan menyebar video dugaan penghinaan institusi TNI yang dilakukan oleh Robertus Robet.
Advertisement
"Masih kami tangani. Kami sudah mapping dan profiling, tinggal diidentifikasi," ujar dia.
Nantinya, orang yang pertama kali memviralkan terancam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 ayat (2).
"Itu sedang didalami. Makanya UU ITE tidak diterapkan kepada yang bersangkutan karena yang bersangkutan tida memviralkan. Yang memviralkan orang lain," tandas Dedi.
Sebelumnya, aktivis Robertus Robet yang memplesetkan lirik Mars ABRI menjadi tersangka kasus penghinaan institusi TNI. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan, penanganan kasus ini tidak diawali dari laporan masyarakat.
Polisi, kata dia, berinisiatif mengusut dugaan tersebut. Dia menuturkan, penanganan perkara pidana, tidak melulu diawali dengan laporan dari masyarakat. Model penanganan ini dinamakan dengan laporan model A.
Aktivis Robertus Robet menyampaikan permohonan maaf karena telah memplesetkan lirik lagu Mars ABRI. Permohonan maaf itu disampaikannya usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Kamis (7/3/2019).
"Oleh karena orasi itu saya telah menyinggung dan dianggap menghina lembaga atau institusi. Saya pertama-tama ingin menyampaikan permohonan maaf," ucap Robet kepada awak media di Bareskrim Polri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Alasan Robertus Robet Jadi Tersangka
Aktivis Robertus Robet jadi tersangka atas kasus penghinaan institusi TNI. Polisi menuturkan penetapan tersangka terhadap Robet sudah sesuai prosedur.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menaikan tahap penyelidikan ke penyidikan.
"Pertama adalah dari pemeriksaan ahli. Kedua dari alat bukti berupa pengakuan yang bersangkutan," ucap Dedi, Jakarta, Kamis (7/3/2019).
"Yang bersangkutan sudah mengakui. Jadi konstruksi hukum perbuatan melawan hukum untuk Pasal 207-nya terpenuhi di situ," imbuh dia.
Dedi mengatakan, pihaknya menjerat Robertus Robet dengan Pasal 207 KUHP. Sebab, yang disampaikan tidak sesuai dengan data dan fakta dan justru malah mendiskreditkan.
"Tanpa ada data dan fakta, itu mendiskreditkan salah satu institusi, itu berbahaya," ucap Dedi.
Dedi mengatakan, Polri tidak mempersoalkan penyampaian pendapat di muka umum. Sepanjang, lanjut dia, memenuhi unsur Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pasal 6 UU tersebut mengatur sejumlah ketentuan dalam penyampaian pendapat di muka umum. Pertama, harus menghormati hak asasi orang dalam menyampaikan pemdapat di muka publik. Kedua, harus menghormati aturan moral yang berlaku. Ketiga, harus menaati aturan perundang-undangan yang berlaku. Keempat, harus menjaga, dan menghormati keamanan serta ketertiban umum. Kelima, menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan.
Pada kasus ini, penyidik melihat Robertus Robet melanggar aturan tersebut saat berorasi di acara Kamisan di Monas.
"Narasi-narasi yang disampaikan sangat mengganggu. Oleh karenanya, dari penyidik menerapkan Pasal 207 KUHP," kata Dedi.
Advertisement