Trauma, Alasan Bowo Sidik Gunakan Cap Jempol di Amplop Serangan Fajar

Pengacara Bowo Sidik Pangarso, Saut Edward menyampaikan, alasannya menggunakan cap jempol pada ratusan ribu amplop serangan fajar Pemilu 2019.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 09 Apr 2019, 20:19 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2019, 20:19 WIB
Bowo Sidik Pangarso
Tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk, Bowo Sidik Pangarso bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/4). Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan suap distribusi pupuk dengan kapal. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Bowo Sidik Pangarso, Saut Edward menyampaikan, alasannya menggunakan cap jempol pada ratusan ribu amplop serangan fajar Pemilu 2019. Cap jempol digunakan karena Bowo Sidik memiliki pengalaman buruk pada pemilu sebelumnya.

"Cap jempol memang dibuat karena supaya tahu bahwa amplop ini sampai atau ndak nanti. Sebagai tanda saja. Mereka punya pengalaman bahwa amplop itu tidak disampaikan kepada yang bersangkutan. Nah untuk menghindari itu dibuat tanda cap jempol," tutur Saut Edward di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2019).

Pada pemeriksaan ini, Saut Edward yakin kliennya akan bekerja sama penuh memberikan keterangan ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya minta supaya Bowo kooperatif," jelas dia.

Dia mengatakan, Bowo Sidik menyebut, nama Nusron Wahid dalam pemeriksaannya. Hal itu lantaran ada kaitannya dengan pembagian amplop serangan fajar yang nantinya dilakukan di kawasan Jawa Tengah.

"Amplop mau dibagi ke Jawa Tengah atas perintah pimpinan dia, Pak Nusron Wahid. Pimpinan di pemenangan pemilu. Bappilu Jateng Kalimantan. Ini langsung disampaikan Bowo ke penyidik," Saut menandaskan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dugaan

Bowo Sidik Pangarso
Tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk Bowo Sidik Pangarso tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (9/4). Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar tersebut menjalani pemeriksaan lanjutan dalam kasus dugaan suap distribusi pupuk dengan kapal. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso sebagai tersangka kasus dugaan suap distribusi pupuk. Selain Bowo, KPK menjerat dua orang lainnya yakni Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK) Asty Winasti, dan pegawai PT Inersia bernama Indung.

KPK menduga ada pemberian dan penerimaan hadiah atau janji terkait kerja sama pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi pupuk menggunakan kapal PT HTK.

Pada perkara ini, Bowo Sidik diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metric ton. Diduga, Bowo Sidik telah menerima suap sebanyak tujuh kali dari PT Humpuss.

Total, uang suap dan gratifikasi yang diterima Bowo Sidik dari PT Humpuss maupun pihak lainnya yakni sekira Rp 8 miliar. Uang tersebut dikumpulkan Bowo untuk melakukan serangan fajar di Pemilu 2019.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya