Pakar Hukum Berharap KPK Jadi Penguat Polri dan Kejaksaan

komposisi penyidik KPK idealnya itu dari Polri dan Kejaksaan. Sehingga mereka bisa bekerja sama dalam memberantas kejahatan korupsi.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Mei 2019, 20:58 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2019, 20:58 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Pidana Chairul Huda mengatakan, KPK harus kembali ke khittahnya yakni menjalankan tugas dan wewenang sebagaimana amanat Undang-undang dalam memberantas korupsi di Indonesia.

"Ya laksanakan saja menurut ketentuan Undang-undang. Yang jadi persoalan sekarang kan KPK tidak berjalan sesuai dengan amanat UU," kata Huda kepada wartawan di Jakarta, Minggu (5/5/2019).

Menurut dia, KPK dalam hal penindakan seharusnya menjadi trigger mechanism yaitu mendorong kepolisian dan Kejaksaan untuk menindak pidana korupsi dengan baik.

"KPK itu mendorong agar Polri dan Kejaksaan untuk melakukan penindakan korupsi dengan baik, namanya trigger mechanism. Jadi, tidak dilaksanakan UU, dijalankan semau-maunya menurut mereka sendiri semua," ucap Huda.

Maka dari itu, Huda mengatakan, komposisi penyidik KPK idealnya itu dari Polri dan Kejaksaan. Sehingga mereka bisa bekerja sama dalam memberantas kejahatan korupsi.

"KPK itu trigger mechanism, yakni mekanisme yang memicu penegakan hukum yang lebih baik yang dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan. Jadi bagaimana dia (KPK) menggalang kekuatan Polri dan Kejaksaan untuk memberantas korupsi, bukan jalan sendiri," jelas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan berikut ini:


KPK Penguat Polri dan Kejaksaan

KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK menilai rata-rata skor Indeks Penilaian Integritas 2017 di 36 kementerian dan pemerintah daerah berada di angka 66. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Menurut Huda, sebaiknya Komisioner KPK membaca lagi asbabun nuzul lahirnya UU Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Coba baca asbabun nuzul UU KPK itu, didasari oleh fakta dimana Polri dan kejaksaan dianggap belum cukup efektif untuk memberantas korupsi. Maka, perlu namanya komisi pemberantas korupsi yang berfungsi sebagai trigger mechanisme," katanya.

Huda menambahkan, KPK harusnya menguatkan Polri dan Kejaksaan dalam memberantas korupsi bukan jalan sendiri-sendiri. Sebab, Indonesia hanya memiliki satu KPK.

"Mana mugkin KPK bisa menjangkau korupsi yang ada di Papua. Di pelosok-pelosok itu ya ada polisi, kejaksaan. Itu harus didorong supaya bisa mencegah dan menanggulangi korupsi, begitu amanat UU tapi dijalankan tidak begitu," katanya.

Huda mengatakan, walaupun KPK melakukan penindakan sendiri, tapi harus yang kelas kakap. Misalnya, penuntasan kasus dugaan korupsi Hambalang, Century dan lainnya.

"Justru tugas dia tidak dikerjakan, malah tugas polisi dan kejaksaan yang dia (KPK) garap. Berapa sih duit negara yang berhasil diselamatkan dibanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk KPK? Tidak sebandinglah," kata Huda.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya