Rencana Eksodus Jemaah Ahmadiyah ke Australia 11 Tahun Silam

Sejumlah warga Ahmadiyah mendatangi kantor Konjen Australia di Bali. Mereka ingin mencari suaka.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 15 Mei 2019, 07:32 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2019, 07:32 WIB
Jemaah Ahmadiyah Gelar Doa Bersama untuk Pemilu Damai
Jemaah Ahmadiyah menggelar doa bersama untuk pemilu damai. (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Suasana Kantor Konsulat Jenderal Australia di Jalan Mpu Tantular, Denpasar, Bali mendadak ramai pada 15 Mei 2008 silam.

Penyebabnya, kantor tersebut disambangi sejumlah warga Ahmadiyah asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. Mereka ingin pergi ke Australia dan menetap di sana.

Dalam Catatan Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com, mereka didampingi penggiat LBH Bali dan Aliansi Kebebasan untuk Toleransi (Akur). Ada 13 anggota jemaah Ahmadiyah yang datang, mereka mewakili 138 jemaat lainnya yang berada di asrama pengungsian, Lombok, NTB.

Syahidin, seorang anggota jemaah Ahmadiyah, mengungkapkan alasannya mendatangi kantor Konjen Australia. Syahidin mengaku, ingin pergi dari Indonesia lantaran kerap mendapat ancaman dan intimidasi dari kelompok masyarakat lainnya.

"Kami memilih mencari suaka di Australia karena di negeri sendiri kami tidak mendapat jaminan keamanan. Yang membuat resah saudara kami di Lombok karena muncul selebaran, yang mengatakan darah kami dianggap halal," kata Syahidin.

Saat tiba di halaman Konjen, mereka hanya bertemu seorang staf dan petugas keamanan. Harapan mereka untuk pindah ke Australia, sirna.

"Untuk sementara, permintaan Anda tidak bisa diterima, karena itu merupakan instruksi dari atasan. Kalau mau ke Australia, prosedurnya harus ke Kedubes Australia di Jakarta," kata staf konjen itu saat menemui para jemaat Ahmadiyah.

Setelah mendapatkan jawaban tersebut, para jemaah itu tidak jadi masuk. Salah seorang anggota Ahmadiyah, Sulhain menganggap, alasan penolakan dari pihak Konjen tidak jelas.

"Padahal setahun lalu, saudara-saudara kami dari Lombok meminta suaka dan diterima. Tapi kok sekarang tidak. Kata stafnya sih alasannya instruksi dari atasan," kata Sulhain.

Sementara Ketua Divisi Advokasi LBH Bali Nengah Jimat mengatakan, para jemaah ini selanjutnya akan berupaya mencari suaka ke konsulat jenderal negara lainnya di Bali, seperti Jerman, Jepang, Amerika Serikat, dan Malaysia.

"Dengan tidak diterima di Australia, kami akan mencari ke konjen lainnya," pungkas Jimat.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Persilakan Cari Suaka

Tenang dan Damai, Hidup Umat Ahmadiyah di Manado
Ada sekitar 73 orang menjadi bagian komunitas Ahmadiyah di Manado. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Rencana warga Ahmadiyah yang mencari suaka ke Australia turut ditanggapi Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), HB Thamrin Rayes.

Ia mengatakan, Pemprov NTB tidak akan mencegah jemaah Ahmadiyah jika ingin mencari suaka ke luar negeri.

"Silakan warga Ahmadiyah mencari suaka ke luar negeri karena itu merupakan hak mereka sendiri," kata Thamrin Rayes di Mataram.

Lebih dari 130 orang jamaah Ahmadiyah ketika itu ditampung di Asrama Transito Majeluk Mataram, setelah rumah mereka di Desa Gegerung, Lingsar, Lombok Barat, dirusak dan dibakar massa pada Desember 2006.

"Mencari suaka ke luar negeri menjadi hak mereka dan menjadi urusan pemerintah pusat," katanya.

Menurut Thamrin, pemerintah berencana mengikutsertakan warga Ahmadiyah dalam program transmigrasi. Hal ini salah satu langkah untuk mencegah terjadinya intimidasi terhadap warga Ahmadiyah.

"Namun belum tentu mereka mau dan kita tidak berhak memaksa warga penduduk termasuk warga Ahmadiyah untuk ditransmigrasikan," katanya.

Salah satu persyaratan bertransmigrasi adalah dilakukan dengan sukarela bukan paksaan. Di NTB pasca aksi pengusiran dan perusakan oleh massa, terdapat ratusan warga Ahmadiyah yang sempat ditampung baik di Kota Mataram maupun Lombok Timur.

 

SKB Tiga Menteri

Maftuh Basyuni
Maftuh Basyuni (dok: thetanjungpuratimes.com)

Pemerintah pusat akhirnya mengambil sikap untuk menyelesaikan masalah warga Ahmadiyah. Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri yang berisi tentang larangan ajaran Ahmadiyah telah dirilis di Departemen Agama, Jakarta Pusat, Senin 9 Juni 2008.

SKB itu ditandatangani oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji, Mendagri Mardiyanto, dan Menteri Agama Maftuh Basyuni. Ketiganya menghadiri pengumuman SKB tersebut.

Meski tidak membubarkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Namun, intinya pemerintah meminta JAI untuk menghentikan kegiatannya selama bertentangan dengan tuntunan agama Islam.

"Ini (SKB 3 Menteri) intinya memerintahkan menghentikan seluruh kegiatan JAI," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji.

Berkali-kali wartawan menanyakan bahwa SKB ini bisa ditafsirkan macam-macam, namun Hendarman menegaskan bahwa isi SKB itu sudah jelas. "Hanya memerintah dan memperingatkan (JAI), tidak ada pelarangan," tegas Hendarman.

Hendarman menjelaskan bahwa awalnya Bakorpakem merekomendasikan pemerintah untuk mengeluarkan SKB. "Usulan Bakorpakem dibuat SKB yang isinya menghentikan kegiatan yang menodai agama. Akhirnya kita keluarkan ini. Kalau ada yang salah, kan diperingatkan dulu," ujar dia.

SKB 3 Menteri ini berisikan 6 butir, yaitu:

1. Memberi peringatan dan memerintahkan untuk semua warga negara untuk tidak menceritakan, menafsirkan suatu agama di Indonesia yang menyimpang sesuai UU No 1 PNPS 1965 tentang pencegahan penodaan agama.

2. Memberi peringatan dan memerintahkan bagi seluruh penganut, pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) sepanjang menganut agama Islam agar menghentikan semua kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam pada umumnya. Seperti pengakuaan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.

3. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada anggota atau pengurus JAI yang tidak mengindahkan peringatan tersebut dapat dikenai saksi sesuai peraturan perundangan.

4. Memberi peringatan dan memerintahkan semua warga negara menjaga dan memelihara kehidupan umat beragama dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum terhadap penganut JAI.

5. Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga yang tidak mengindahkan peringatan dnan perintah dapat dikenakan sanksi sesuai perundangan yang berlaku.

6. Memerintahkan aparat pemerintah dan pemerintah daerah agar melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan keputusan bersama ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya